JAKARTA, HOLOPIS.COM – Pemohon uji materiil atau judicial review (JR) terhadap UU 3/2022 tentang Ibukota Negara (IKN) terus mengalir, baik dari individu maupun kelompok.
Sejumlah permohonan yang masuk sudah mulai dilakukan Sidang Pendahuluan oleh MK. Misalnya, Perkara Nomor 53/PUU-XX/2022 dan Perkara Nomor 54/PUU-XX/2022, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin kemarin (25/4).
Pemohon dalam perkara 53/PUU-XX/2022 ialah perseorangan warga negara atas nama Anah Mardianah yang berprofesi sebagai guru di wilayah Kalimantan Timur.
Sementara, pemohon dalam perkara 54/PUU-XX/2022 di antaranya M. Busyro Muqoddas, Trisno Raharjo, Yati Dahlia, Dwi Putri Cahyawati, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Dalam sidang perkara 53/PUU-XX/2022 dan 54/PUU-XX/2022 kemarin, para pemohon sama-sama menyampaikan argumentasi hukum terkait dugaan UU IKN cacat formil.
Misal, kuasa hukum 53/PUU-XX/2022, Reza Setiawan menyampaikan bahwa proses pembentukan UU IKN dinilai tak menjamin kepastian hukum, keadilan, dan menciptakan ketertiban serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
“Maka, undang-undang harus memenuhi prosedur yang ketat, detail, dan terperinci. Jika tidak tercakupi, maka UU dapat dikatakan cacat formil. Maka sudah sepatutnya Mahkamah menyatakan UU a quo cacat formil dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ujar Reza dalam persidangan dikutip melalui laman mkri.id, Selasa (26/4).
Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan masukan agar Pemohon mendeskripsikan kedudukan hukum dan menjabarkan dengan argumen secara faktual keterkaitan kerugian yang dialami Pemohon atas berlakunya UU aquo.
Sementara Wakil Ketua MK Aswanto meminta Pemohon melengkapi bukti akan kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan UU a quo sebagaimana diterangkan Pemohon pada permohonannya.
“Mohon ditelusuri juga masalah waktu 45 hari sejak UU diundangkan dengan pengajuan perkara ini ke MK agar dapat dikategorikan sebagai pengajuan formil,” pungkas Aswanto.