Pentingnya Mitigasi Dini Bencana Alam untuk Membangun Negara yang Tangguh

Muhammad Ibnu Idris
Muhammad Ibnu Idris
Penikmat sambal matah dan sambal bajak.

Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika dilihat dari mata kebencanaan, merupakan “Supermarket Bencana”. Beragam bencana seperti banjir, gempabumi, tsunami, tanah longsor, erupsi gunungapi, iklim ekstrem, kebakaran hutan, dan bencana lainnya akan terus mengintai negeri ini setiap saat. Fakta ini menyadarkan negeri ini bahwa kita harus mengenal bencana alam tersebut dan mewaspadai dampaknya, khususnya efek kerugian yang mengancam korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Upaya dini yang dapat dilakukan masyarakat prabencana adalah melakukan mitigasi bencana.

Kita ingat bencana Megatsunami 26 Desember 2004 yang dapat dikategorikan bencana terbesar yang melanda Ibu Pertiwi di abad 20 ini, bahkan negara sahabat seperti Thailand, India, Sri Lanka, Maladewa, merasakan dampaknya. Megatsunami tersebut merenggut ratusan ribu korban jiwa, puluhan ribu jiwa hilang dan kerugian materil hingga triliunan rupiah.

Tidak hanya bencana bersumber dari dalam bumi, bencana banjir juga terjadi setiap tahun. Sering kali datangnya musim hujan kurang ditanggapi secara kritis oleh masyarakat beresiko, terutama masyarakat DKI Jakarta. Cuaca ekstrem dalam bentuk datangnya hujan dengan intensitas tinggi secara mendadak dalam waktu yang singkat, sering ditemui di Indonesia.

Seiring berkembangnya populasi penduduk dunia dan kemajuan teknologi, beragam bencana alam baru menjadi tinjauan khusus di Indonesia. Pemanasan global, perubahan iklim, badai magnet, dan penurunan kualitas udara menjadi bencana terbaru pada abad ke-21. Rangkaian bencana tersebut kini belum terlalu dirasakan dampaknya. Namun, akan menjadi bencana besar ketika manusia tidak memahami dan mewaspadai hingga menjadi bencana makro. Tidak dapat dipungkiri, segala upaya mitigasi bencana sangat perlu dilakukan seluruh elemen masyarakat Indonesia.

Mitigasi bencana adalah usaha untuk mengurangi bahkan meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul akibat bencana. Prioritas diberikan pada tahap sebelum terjadinya segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat perbuatan manusia (man-made disaster).

Bencana yang tidak bias dihindari dan berpotensi menimbulkan banyak korban adalah bencana alam. Diperkuat data statistic tahun 1815-2013 yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan, gempabumi, bencana banjir, tanah longsor, dan puting beliung mendominasi jumlah bencana yang pernah terjadi di negeri ini. Informasi dari instansi terkait ada baiknya dimanfaatkan untuk langkah-langkah antisipatif meliputi adaptasi dan mitigasi bencana tektonik ataupun hidrometeorologis.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan pelayanan informasi cuaca hingga peta-peta potensi bencana banjir. Selain informasi cuaca, BMKG juga memberi informasi dini gempabumi dan tsunami yang dapat diakses melalui website, pesan singkat via ponsel ataupun melalui email. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga memberi informasi terkini aktivitas gunungapi aktif di seluruh Indonesia. BNPB hingga kini sangat baik dalam menjalankan tugas utamanya dalam fungsi penanggulangan bencana.

Namun, dalam melakukan mitigasi bencana tidak dapat hanya mengandalkan peran lembaga tertentu, tetapi diperlukan sinergitas, semangat kerja bersama antara pemerintah dan masyarakat. Seperti dalam mitigasi bencana banjir, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat harus memperhatikan bangunan pengendali banjir, kondisi saluran air yang tersumbat, pengerukan/pelebaran sungai sebagai langkah antisipatif.

Dalam mitigasi bencana gempabumi, untuk mengurangi kerusakan dan korban jiwa, pemerintah dan masyarakat dapat berkerjasama meninjau ulang konstruksi bangunan untuk direkonstruksi menjadi bangunan tahan gempabumi. Begitu juga dalam hal mitigasi bencana tsunami, pemerintah dan masyarakat bekerjasama melakukan sosialisasi, penanaman hutan mangrove untuk memecah ombak. Reboisasi dan terasering juga dapat dilakukan untuk mencegah tanah longsor serta kebakaran hutan. Semua hal itu harus terus dilakukan, selain merupakan salah satu langkah mitigasi bencana, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem.

Mitigasi berbasis kearifan lokal juga perlu dilakukan. Pembangunan rumah adat tahan gempabumi Omo Hada di lereng gunungapi, interpretasi alam melalui aktivitas hewan dan tumbuhan lereng gunung, serta tradisi “smong” atau himbauan dari pemuka adat untuk melarikan diri ke dataran tinggi, juga merupakan salah satu prestasi mitigasi terbaik yang pernah dilakukan masyarakat Indonesia dahulu kala.

Mari kita maksimalkan usaha memahami dan melakukan mitigasi bencana di negeri ini, dalam rangka membangun kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bencana demi terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tangguh menghadapi bencana.

Temukan kami juga di Google News lalu klik ikon bintang untuk mengikuti. Atau kamu bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapatkan update 10 berita pilihan dari redaksi kami.

berita Lainnya
Related

Alasan Memutuskan Bercerai Setelah Puluhan Tahun Bersama

"Cinta tidak menciptakan pernikahan. Pernikahan yang sadar, terencana, menciptakan...

Penembakan Guru Madin di Jepara dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Kasus penembakan yang menimpa seorang guru Madrasah Diniyah (Madin)...

Kenapa Masyarakat Memperbincangkan NPD ?

Perkembangan teknologi informasi memberi ruang yang besar bagi masyarakat...

Berita Terbaru