“Tidak dapat dipungkiri, segala upaya mitigas bencana sangat perlu dilakukan seluruh elemen masyarakat Indonesia,” tutur Tri.
Perlu peran aktif semua elemen
Di samping itu juga, Tri pun memberikan pandangannya bahwa upaya mitigasi dini kebencanaan di Indonesia tidak bisa hanya dibebankan kepada satu lembaga tertentu saja, namun perlu peran aktif pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.
Selain itu, di dalam mitigasi bencana gempabumi, untuk mengurangi kerusakan dan korban jiwa, pemerintah dan masyarakat dapat berkerjasama meninjau ulang konstruksi bangunan untuk direkonstruksi menjadi bangunan tahan gempabumi. Begitu juga dalam hal mitigas bencana tsunami, pemerintah dan masyarakat bekerjasama melakukan sosialisasi, penanaman hutan mangrove untuk memecah ombak. Reboisasi dan terasering juga dapat dilakukan untuk mencegah tanah longsor seerta kebakaran hutan.
“Semua hal itu harus terus dilakukan, selain merupakan salah satu langkah mitigas bencana, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem,” tandasnya.
Mitigasi berbasis kearifan lokal juga perlu dilakukan. Pembangunan rumah adat tahan gempabumi Omo Hada di lereng gunungapi, interpretasi alam melalui aktivitas hewan dan tumbuhan lereng gunung, serta tradisi “smong” atau himbauan dari pemukan adat untuk melarikan diri ke dataran tinggi, juga merupakan salah satu prestasi mitigasi terbaik yang pernah dilakukan masyarakat Indonesia dahulu kala.
“Mari kita maksimalkan usaha memahami dan melakukan mitigasi bencana di negeri ini, dalam rangka membangun kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadapa bencana demi terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tangguh menghadapi bencana,” pungkasnya.