“Masyarakat Kutai termasuk tipe terbuka dengan perubahan jaman dan mudah menerima kehadiran warga dari luar, bahkan pendatang pun disambut dengan tangan terbuka,” kata Sabran.

Ditambahkan Sabran, sejak jaman Kerajaan Kutai Kartanegara yang bercorak Hindu sampai bercorak Islam, masyarakatnya sudah tumbuh berkembang dengan penduduk yang beranekaragam, terjadi akulturasi secara alami dari berbagai suku di Nusantara, yakni ada suku Bugis, Banjar, Jawa, Melayu, Madura, Makasar, India, China dan Dayak, bisa dikatakan tumbuh berkembang bersama, dan jarang terjadi konflik horisontal diantara suku-suku tersebut.

“Oleh sebab itu, dengan adanya IKN di Wilayah Kaltim, maka masyarakat Kutai mau tidak mau harus siap menghadapi peradaban baru dengan berpindahnya IKN dari Jakarta ke wilayah Kaltim,” sambungnya.

Lebih lanjut, ia berharap besar dengan keberadaan pembangunan IKN di tanah Kutai bisa memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal, meskipun akan ada dampak arus perubahan budaya, sehingga penguatan tradisi budaya lokal sangat perlu dan penting untuk dilestarikan dengan melibatkan Sultan Kukar.

“Oleh sebab itu, pembangunan IKN harus diimbangi dengan kemajuan pembangunan pendidikan, sosbud, ekonomi masyarakat, selain sarana dan prasarana infrastruktur lainnya,” tutur Sabran.

Untuk memastikan kearifan lokal tetap terjaga dengan baik dengan adanya IKN, ia juga memohon kepada Badan Otorita IKN agar melibatkan unsur tokoh-tokoh lokal yang memiliki standar dan kualitas mumpuni untuk turut terlibat dalam membangun IKN di Kaltim,” tandasnya.

Terakhir, Sabran mengatakan bahwa sebagai tokoh yang mewakili masyarakat Kutai, ia mengharapkan agar pembangunan IKN didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia khususnya warga Kalimantan secara umum.

“Kami memandang bahwa keberadaan dan kepindahan IKN di Kaltim patut didukung, dan tidak perlu perdebatkan lagi,” pungkasnya.