JAKARTA, HOLOPIS.COMMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengklaim, bahwa stabilitas sistem keuangan Indonesia masih berada dalam kondisi normal di tengah perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

“Stabilitas sistem keuangan Indonesia berada dalam kondisi normal di tengah tekanan eksternal yang meningkat akibat perang di Ukraina,” kata Sri Mulyani dalam keterangan pers virtual, Rabu (13/4).

Kondisi normal dari stabilitas sistem keuangan tercermin dari tingkat pemulihan ekonomi yang tetap terjaga, meskipun terdapat sejumlah tekanan eksternal, seperti perang di Ukraina.

Adapun pemulihan ekonomi itu ditopang oleh aktivitas ekonomi masyarakat yang mulai berjalan, setelah pemerintah melonggarkan kebijakan terkait penanganan Covid-19 sebagai respon menurunnya kasus penularan yang kian masif.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi tetap tumbuh seiring dengan berjalannya berbagai kegiatan konsumsi masyarakat, kegiatan investasi, serta dukungan belanja pemerintah.

Indikator stabilitas sistem keuangan juga turut tercermin dari kinerja ekspor yang mengalami peningkatan sangat signifikan.

Sri Mulyani menuturkan, peningkatan ekspor itu akan tetap diwaspadai, seiring perkembangan perdagangan global dan pertumbuhan ekonomi global yang terancam akibat perang yang telah berlangsung sejak 24 Februari lalu.

Sejumlah indikator ekonomi hingga awal Maret 2022 juga tercatat positif seperti indeks keyakinan konsumen, penjualan eceran, pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor, konsumsi semen dan konsumsi listrik.

Sementara itu dari sisi eksternal, surplus neraca perdagangan pada Februari 2022 meningkat mencapai 3,83 miliar dolar
yerutama perdagangan non migas yang meningkatnya harga-harga komoditas global seperti batu bara, besi, baja serta minyak sawit mentah (crude palm Oil /CPO).

Di sisi lain, dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global dan aliran modal asing ke pasar keuangan domestik yang mengalami tekanan maka investasi portofolio mengalami net outflow 1,3 miliar dolar AS sampai 31 Maret 2022.

Meski demikian, tekanan net outflow ini bila dibandingkan dengan emerging market lain yang juga mengalami net outflow masih relatif lebih rendah atau lebih baik.

Untuk indikator terkait cadangan devisa Indonesia pada posisi Maret 2022 diklaim berada di posisi yang terbilang masih tinggi, yakni di angka 139,1 miliar dolar AS. Angka tersebut, kata Sri Mulyani, setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembiayaan utang luar negeri pemerintah.

“Jadi lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional,” ujar Sri Mulyani.

Lebih lanjut, Sri Mulyani juga mengklaim, bahwa nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Meskioun pada triwulan I-2022 sempat mengalami depresiasi sebesar 0,33 persen.

Namun, depresiasi yang dialami rupiah tersebut masih lebih rendah jika dibanding dengan mata uang sejumlah negara berkembang lainnya seperti ringgit Malaysia 1,15 persen (ytd), rupee India 1,73 persen (ytd) dan baht Thailand 3,15 persen (ytd).

Dari sisi inflasi, tercatat inflasi Indonesia hingga Maret 2022 berada pada tingkat 2,64 persen (yoy), hal itu didukung oleh masih cukup terkendalinya sisi penawaran dalam merespon kenaikan permintaan.

“Dan juga tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta berbagai respon kebijakan pemerintah terutama dalam menjaga barang-barang yang diatur pemerintah atau administered price,” jelasnya.