Keempat, IPW juga menuntut agar Polri tetap tegas dengan mengedepankan profesionalisme dalam penanganan pidana yang menyimpang dilakukan remaja tersebut. Apalagi kasus klitih sebenarnya merupakan tanggung jawab semua pihak, baik aparat keamanan, orang tua maupun lingkungan sekitar.

“Kelima, problem klitih bukan hanya tanggung jawab Polri saja, tetapi terkait orang tua yang berada di hulu, kemudian sekolah, tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai upaya pencegahan, disamping perlunya pendidikan budi pekerti,” tutur Sugeng.

Selanjutnya yang keenam, dalam mengatasi klitih, begal, tawuran geng tersebut, IPW juga mendorong fungsi intelijen dan keamanan (intelkam) serta pembinaan masyarakat (binmas) dapat dikedepankan dengan melakukan mitigasi potensi munculnya kekekrasan laten dikalangan anak remaja.

“Anggota Polri masuk pada grup-grup Whatsapp (WA) mereka, mengidentifikasi aktor-aktor kunci kekerasan yang menjadi provokator serta mendeteksi lokasi-lokasi yang menjadi tempat mereka tawuran,” tandasnya.

Terakhir yakni yang ketujuh, Sugeng juga mengharapkan agar dilakukan patroli Kepolisian secara rutin, berkala dan berkesinambungan yang menyasar kepada para remaja yang melakukan kumpul-kumpul tidak jelas, khususnya di malam hari dan jam-jam rawan.

“Kumpulan-kumpulan anak remaja tanpa kepentingan jelas harus diintensifkan dan dibubarkan, karena pengkonsentrasian massa anak-anak remaja atau dalam bentuk bergerombol adalah potensi menimbulkan chaos,” ucapnya.

Ia berharap, ketujuh rekomendasi IPW tersebut bisa disikapi dengan baik dan diimplementasikan oleh aparat kepolisian bekerjasama dengan seluruh stakeholder yang ada.

“Dengan ketujuh langkah tersebut, munculnya prilaku-prilaku menyimpang para remaja dan pelajar di jalanan dapat dikendalikan dan angka kejadiannya bisa diturunkan,” pungkasnya.