JAKARTA, HOLOPIS.COMKomisioner Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan), Rainny Marike Hutabarat mengatakan bahwa pihaknya sangat tidak sependapat dengan vonis hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual, seperti yang dilakukan oleh Herry Wirawan, seorang pendakwah alias ajengan yang memperkosa 13 santriwatinya.

Menurut Rainy, hukuman mati justeru bertentangan dengan norma internasional tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang paling mendasar.

“Hukuman mati bertentangan dengan norma internasional hak asasi manusia yang paling dasar, yakni hak untuk hidup,” kata Rainy kepada wartawan, Selasa (5/4).

Ketimbang memilih vonis mati, pihaknya justeru lebih sependapat jika hukuman maksimal kepada Herry adalah restitusi. Adalah sebuah kewajiban pelaku untuk menyalurkan semua harta dan kekayaannya untuk perawatan dan pemulihan korbannya.

“Hakim banding mengkoreksi bahwa restitusi adalah hak korban dan menjadi kewajiban pelaku untuk memulihkan dampak kekerasan seksual yang dialami korban, yang sumbernya berasal dari kekayaan pelaku, bukan negara,” ujarnya.

Maka dari itu, ia pun menilai dengan mengoreksi sebagai hak korban dan bukan pidana tambahan, maka untuk putusan maksimal terhadap Herry dapat ditetapkan sebagai pemenuhan kewajiban membayar restitusi saja, tidak perlu ada vonis mati.

“Demikian juga halnya untuk perawatan dan pengasuhan anak-anak, menjadikan izin atau persetujuan korban dan keluarganya menjadi prasyarat sebelum anak-anak yang lahir dari pemerkosaan atau kekerasan seksual dirawat dan diasuh dalam perawatan negara,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Rainy juga menyampaikan bahwa pihaknya sangat mendorong agar pemerintah memperhatikan kebutuhan dan pemulihan korban. Sehingga, para korban bisa pulih dan melanjutkan kehidupan mereka seperti biasa, termasuk tanpa memikul beban traumatik.