JAKARTA, HOLOPIS.COMInisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid menyayangkan adanya serangan verbal yang dialamatkan kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, yakni pasca diperbolehkannya anak keturunan PKI mendaftar prajurit TNI (Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI) Tahun Anggaran 2022.

“Itu kan aturan normatifnya memang betul, tidak ada dosa turunan dan para anak PKI tercatat sebagai warga negara Indonesia,” kata Habib Syakur, Senin (4/4).

Karena tercatat sebagai warga negara, sehingga ia menilai mereka juga memiliki kewajiban dan hak yang sama di mata hukum. Termasuk berhak menjadi siapapun selama tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang ada.

“TAP MPRS 25 Tahun 1966 masih berlaku kok, belum dicabut, dan yang dilarang itu ideologi, bukan anak PKI. Mereka kalau mau jadi tentara, mau jadi polisi dan sebagainya itu hak mereka,” ujarnya.

Jika memang yang dikhawatirkan adalah dendam orang tua dan sebagainya, Habib Syakur menilai itu asumsi yang berlebihan.

“Kalau mau jadi tentara kan ada mekanisme seleksi yang ketat. Di sana nanti silakan diuji saja apakah dia pemegang ideologi yang dilarang atau justru malah lebih nasionalis dibanding kita,” tuturnya.

Lebih lanjut, ulama asal Kota Malang ini menyayangkan persoalan tersebut justru membuat sejumlah kelompok menghina Panglima TNI.

“Jangan dong malah menghina pimpinan tertinggi di TNI itu. Kita harus jaga juga marwah Panglima,” tandas Habib Syakur.

Terlebih ia juga menyayangkan adanya pemasangan sejumlah spanduk yang bermuatan narasi fitnah bahwa Panglima TNI adalah antek komunis.

“Itu sudah fitnah dan itu sudah ada unsur pidana. Mereka yang memfitnah Panglima harus ditangkap dan diproses hukum,” tegasnya.

Perlu diketahui, bahwa pasca keluarnya sikap Panglima TNI Jenderal yang meminta pelarangan anak PKI jadi calon peserta seleksi prajurit TNI, mendadak bermunculan spanduk negatif kepada mantan KSAD itu.

Spanduk tersebut terpasang di berbagai lokasi di Jakarta Pusat. Namun saat ini, seluruhnya sudah dicopot oleh TNI.