Dalam acara itu, muncul wacana deklarasi dukungan masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang menjadi 3 (tiga) periode.

Menurutnya, cara yang dilakukan dengan mendatangkan masa untuk bersuara itu kosong substansi dan tidak berbobot.

“Jadi saya kasihan melihat keadaan kita sekarang ini, mengerahkan seluruh lurah se-Indonesia, mungkin nanti asosiasi-asosiasi tertentu mungkin nanti eksponen bangsa petani, nelayan, buruh, pegawai negeri, pensiunan ini pensiunan ini, dan lain-lain,” ucapnya.

“Tetapi ini adalah suatu cara yang kosong substansi, kemudian abal-abal, tidak ada bobotnya. Karena apa? karena ini sangat artificial, ya seperti balon. Kelihatannya besar, tapi jika terkena jarum kecil saja udah kempes,” lanjutnya.

Tak hanya rezim paranoid, Amien juga menyebut, Jokowi-Luhut sebagai rezim ugal. Ia lantas menyinggung perihal usulan penundaan pemilu yang dia klaim sebagai skenario Jokowi-Luhut.

Menurutnya, seorang pemimpin yang kompeten harus mengetahui kalau presiden hanya bisa dipilih 2 kali saja.

“Saudara sekalian, saya lihat sandiwara politik yang dipertontonkan oleh duet Jokowi-Luhut itu makin lama makin menggila, makin ugal-ugalan. Jadi tidak bisa lain kesimpulan saya bahwa memang saudara saya Jokowi ini itu selain tidak kompeten sebagai pemimpin yang saya tulis dalam risalah kebangsaan saya, tapi juga tidak tahu kapan dia harus mundur,” ujarnya.

“Pemimpin yang baik itu harus tahu persis kapan dia harus mundur, apalagi dalam UUD 45 itu sudah jelas sekali dikatakan presiden kita hanya bisa dipilih dua kali saja. Tapi sekarang mau dipaksakan supaya ada sidang MPR khusus untuk buat PPHN, jadi kemudian nanti arahnya mengubah secara sangat ugal-ugalan, lebih dari itu, sangat jahat, ini luar biasa,” lanjut Amien.