JAKARTA, HOLOPIS.COM – Advokat dan aktivis Islam, Aziz Yanuar menilai bahwa persoalan diksi radikalisme yang ada di Indonesia masih belum tuntas. Belum ada persamaan persepsi antara masyarakat dengan pemerintah bahkan dengan aparat penegak hukum sekalipun.
“Radikalisme itu adalah menurut KBBI, paham pembaharuan yang menghendaki perubahan,” kata Aziz dalam dialog Ruang Tamu Holopis Channel dengan tema ‘Lawan Radikalisme atau Islamofobia’, Kamis (24/3).
Jika menilik dari penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seharusnya diksi radikalisme bisa berdenotasi positif dan negatif.
Aziz pun memberikan contoh radikalisme yang positif adalah hijrahnya seseorang dari perilaku dan kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik.
“Misal, orang (suka) mabuk, judi dan dia muslim, mau merubah dirinya sehingga memperbanyak salat, taubat, itu kan radikal. Merubah sesuatu yang baik itu boleh asal sesuai aturan,” ujarnya.
Jika makna radikalisme seperti yang ia contohkan itu, maka siapapun boleh melakukan dan justru harus didukung oleh semua pihak.
Hanya saja, ketika radikalisme itu justru mengarah kepada perilaku negatif, maka ia pun pasti ikut menentangnya.
“Tapi kalau dia mau merubah dengan cara bom sana, bom sini ya itu bodoh, ya nggak boleh,” terangnya.
Kemudian, Aziz pun memberikan contoh radikalisme yang buruk, yakni Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua. Ia menilai, bahwa para kelompok KKB tersebut sebenarnya ingin mencari kemerdekaannya sendiri karena penerimaan yang kemungkinan tidak baik terhadap mereka atas situasi yang ada di Papua.