Kamis, 26 Desember 2024
Marry Christmas 2024

Hari Perempuan Sedunia: Lawan Segala Bentuk Kekerasaan Seksual

JAKARTA, HOLOPIS.COM – International Women’s Day atau Hari Perempuan Sedunia diperingati setiap tanggal 8 Maret. Pemilihan tanggal 8 Maret diputuskan setelah adanya unjuk rasa para pekerja Rusia, hingga mengakibatkan adanya Revolusi Rusia pada 1917.

Di setiap tahunnya, peringatan International Women’s Day memiliki tema yang berbeda-beda.

Adapun tema pada tahun ini yakni #BreakTheBias yang memiliki arti tak pilih-pilih.

Tema ini dibuat untuk meningkatkan kesadaran terhadap bias dunia terhadap kesetaraan gender.

#BreakTheBias memiliki pesan kepada para perempuan untuk berusaha melawan ketidaksetaraan, bias, dan stereotip yang disematkan oleh masyarakat.

Hari Perempuan Sedunia bermula dari adanya aksi unjuk rasa pada 8 Maret 1909.

Kemudian pada 1911, Hari Perempuan Sedunia mulai diperingati dengan menyoroti nilai sosial, budaya, ekonomi, dan politik perempuan.

Mulanya, unjuk rasa dilakukan oleh para buruh perempuan di New York yang menuntut mengenai jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik dan hak untuk memilih dalam berpolitik.

Tuntutan tersebut juga diserukan oleh Clara Zetkin, seorang aktivis yang kemudian mengusulkan pembentukan hari perempuan internasional.

Ia memasukan idenya ini ke International Conference of Working Women yang berlangsung di Kopenhagen, Denmark pada tahun 1910.

Dalam konferensi tersebut, sebanyak 100 perempuan dari 17 negara menyetujui usul Clara dengan suara bulat.

Kemudian pada 1911, Hari Perempuan Internasional dirayakan secara resmi di beberapa negara, seperti Austria, Denmark, Jerman dan Swiss.

Pada tahun 1977, Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.

Jargon “Kesetaraan Gender” sering digemakan oleh para aktivis sosial, kaum perempuan hingga para politikus Indonesia. Kesadaran kaum perempuan akan kesetaraan gender semakin meningkat seraya mereka terus menuntut hak yang sama dengan laki-laki.

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya.

Sayangnya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap. Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa peran perempuan hanya sebatas bekerja di dapur, mengurus keluarga dan anak, sehingga pada akhirnya hal di luar itu menjadi tidak penting.

Tak hanya itu, belakangan ini Kasus dugaan kekerasan dan pelecehan seksual marak terjadi sepanjang 2021. Kasus-kasus itu terjadi di berbagai tempat yang selama ini dianggap aman, seperti sekolah, perguruan tinggi, hingga pesantren.

Korbannya pun beragam, mulai dari santri, mahasiswa, pegawai di lembaga negara, istri tahanan sampai difabel.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat sebanyak 8.800 kasus kekerasan seksual terjadi dari Januari sampai November 2021.

Sementara itu, Komnas Perempuan juga mencatat ada 4.500 aduan terkait kekerasan seksual yang masuk pada periode Januari hingga Oktober 2021.

Salah satu kasus kekerasan seksual yang menjadi sorotan di awal tahun 2021 adalah kasus yang menimpa anak penyandang disabilitas rungu-wicara. Ia diperkosa beramai-ramai (gang rape) di Soppeng dan Makassar, Sulawesi Selatan. Korban akhirnya melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 26 Januari 2021.

Masih pada bulan Januari 2021, seorang remaja putri berusia 16 tahun hamil 4 bulan akibat mendapat kekerasan seksual dari keluarga dekat sejak tahun 2017. Kasus itu dilaporkan ibu kandung korban, pada Jumat (29/1).

Berdasarkan pengakuan korban, kekerasan seksual itu dilakukan oleh kakek korban berinisial AB (64) sebanyak dua kali pada 2017, ayah korban A (37) sebanyak empat kali pada 2020, dan paman korban O (35) sebanyak tujuh kali pada 2020.

Memasuki April 2021, pelecehan seksual terjadi di lingkungan kerja pemerintahan provinsi DKI Jakarta. Pelecehan dilakukan oleh mantan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Blessmiyanda. Imbasnya, Blessmiyanda pun dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat.

Dua bulan kemudian, terungkap 14 anak menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh pemilik SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI), Batu, Jawa Timur. Mereka pun dikabarkan trauma dan ketakutan.

Pada Oktober 2021, tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan dicabuli oleh ayahnya ramai dibicarakan. Bukan hanya insiden pencabulannya saja, melainkan penangan kasus di kepolisian. Musababnya, pada 2019 kasus itu sudah dilaporkan ke pihak kepolisian namun kasus ditutup dengan alasan tak cukup bukti.

Media sosial kemudian ramai dengan tagar #PercumaLaporPolisi karena tak terima atas sikap kepolisian dalam menangani kasus tersebut. Tak lama setelah tagar itu ramai, Mabes Polri pun mengirimkan tim asistensi dan pengecekan terhadap prosedur penyidikan kasus itu. Akhirnya, kepolisian setempat membuka kembali penyelidikan.

Memasuki November 2021, kasus dugaan kekerasan seksual semakin bermunculan, terutama di perguruan tinggi. Apalagi setelah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi disahkan. Banyak korban yang mulai berani bersuara.

Dari kasus-kasus yang naik ke permukaan, rata-rata korbannya adalah mahasiswa dan pelakunya adalah dosen. Di salah satu perguruan tinggi di Jawa Timur misalnya, seorang mahasiswa berinisial N buka suara bahwa ia telah dilecehkan oleh dosennya.

Pelecehan yang ia terima berupa verbal sampai fisik. Korban ditatap, dipaksa bilang ‘I love you’, dipegang tangannya sampai diciumi. Pascakejadian itu, N mengalami trauma sampai putus kuliah di semester empat.

Dugaan pelecehan seksual juga terjadi di Universitas Riau (Unsri). Empat mahasiswa dilecehkan oleh dosennya Adhitya Rol Asmi. Pelaku terbukti bersalah dan ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.

Pelecehan seksual itu dilakukan di Laboratorium Sejarah FKIP Unsri. Penyidik menyita beberapa barang bukti berupa baju dan pakaian dalam korban.

Selain di Unsri, dugaan pelecehan juga terjadi di Universitas Indonesia, Universitas Udayana, Universitas Negeri Makassar, Universitas Negeri Jakarta dan masih banyak lagi.

Memasuki penghujung tahun, dugaan pelecehan seksual di pesantren terungkap. Salah satunya pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat. Seorang guru ngaji Herry Wirawan diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan santri sejak 2016.

Santri-santri yang dilecehkan oleh Herry rata-rata masih di bawah umur. Tercatat ada 9 bayi yang lahir akibat perlakukan Herry terhadap santriawatinya.

Dua pesantren asuhan Herry itu kemudian ditutup oleh Kementerian Agama (Kemenag). Saat ini Herry juga tengah menjalani persidangan di Pengadilan Kelas IA, Bandung.

kasus pelecehan menimpa Mahasiswa Universitas Brawijaya Novia Widyasari. Ia diperkosa oleh kekasihnya yang juga merupakan polisi, Bripda Randy Bagus Hari Sasongko.

Novia bahkan dipaksa untuk sudah melakukan tindakan aborsi sebanyak dua kali pada Maret 2020 dan Agustus 2021. Kejadian itu membuat Novia trauma dan ia melakukan bunuh diri di samping makam ayahnya.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral