JAKARTA, HOLOPIS.COM – Harga nikel di pasar global pada perdagangan hari ini, Senin (7/3), melesat 10 persen ke harga US$ 31.800/ton. Harga ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2007 lalu.
Lonjakan ini diduga kuat karena konflik antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan.
Selain itu, rentetan sanksi ekonomi yang dilempar ke Rusia juga memicu kecemasan para pelaku pasar akan kelangkaan pasokan, mengingat Rusia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia.
“Konflik Rusia dan Ukraina ini hanya mengobarkan api dari pasar logam dasar yang sudah membentang,” kata analis ING Wenyu Yao.
Diketahui, Rusia masuk dalam daftar tiga besar produsen nikel terbesar di dunia. Pada tahun 2021, proyeksi produksi nikel Rusia mencapai 250.000 ton. Artinya, jika mengacu pada data US Geological Survey (USGS), jumlah produksi nikel Rusia setara dengan 9,25% produksi dunia.
Sementara untuk cadangan nikel Rusia menyentuh angka 7,5 juta ton. Jumlah tersebut setara dengan 7,9% total cadangan nikel di seluruh dunia.
Di sisi lain, permintaan nikel juga semakin meningkat seiring dengan berkembangnya energi hijau di dunia, mengingat nikel adalah bahan baku utama dari pembuatan baterai kendaraan listrik.
Lonjakan harga nikel ini tentu membawa berkah tersendiri untuk bangsa Indonesia. Pasalnya, Indonesia merupakan negara yang memiliki sejumlah sumber daya energi dan tambang, termasuk nikel.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020 yang dihimpun dari data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, cadangan nikel Indonesia mencapai 72 juta ton, atau setara dengan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton.