JAKARTA, HOLOPIS.COM Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta menilai bahwa sosialisasi dan edukasi tentang Pancasila selama ini masih kurang efektif.

Menurutnya, inilah mengapa banyak masyarakat khususnya generasi milenial tidak paham betul tentang apa itu Pancasila dan seperti apa implementasinya sebagai ideologi dan falsafah mereka berbangsa dan bernegara.

“Ketika orang melihat ideologi lain, yang radikal, pemerintah harus melihat bahwa ini menjadi PR (pekerjaan rumah), jangan-jangan doktrinasi Pancasila nggak berhasil, orang nggak melihat Pancasila sebagai ideologi, jadi mereka tertarik ke ideologi lain,” kata Stanislaus Riyanta dalam webinar bersama Pemuda Moeslim Jayakarta beberapa waktu lalu.

Salah satu contoh, seberapa tingkat ketertarikan generasi milenial Indonesia yang membuka sejarah dan penjelasan tentang Pancasila, seperti halnya situs-situs tentang penjasalan Kepancasilaan. Justru sangat jauh dibanding intensitas mereka mengakses situs islami konservatif.

“Lihat saja sekarang situs BPIP, soal doktrinasi Pancasila, milenial tertarik nggak? Tapi coba jika anak muda lihat soal ideologi ISIS, diajarkan apa saja dan sebagainya, jangan-jangan malah mereka lebih tertarik,” ujarnya.

Untuk itu, ia memberikan saran agar pemerintah memikirkan betul bagaimana inovasi yang tepat tentang deradikalisasi melalui instrumen edukasi Pancasila. Literasi tentang ideologi bangsa dan negara Indonesia itu harus dikemas dengan konsep yang lebih menarik bagi kalangan milenial.

“Jadi kita harus ubah, bagaimana cara kita mendoktrinasi Pancasila ke milenial. Jangan mendoktrinasi dan menguatkan Pancasila ke milenial, tapi malah caranya pakai kolonial,” tuturnya.

“Jangan suruh (kaum milenial) buat karya tulis, tapi suruh buat konten berhadiah iPhone misalnya. Jadi kita lebih harus menguatkan ke Pancasila, ideologi Pancasila perlu didoktrinkan dengan lebih menarik, agar masyarakat terdoktrin dan punya dasar ideologi yang kuat,” jelasnya.

Di dalam konsep konten deradikalisasi dan pemaparan Pancasila tersebut sekaligus diberikan insert bahwa terorisme adalah musuh bersama yang harus diwaspadai, sehingga kelompok milenial itu paham secara utuh seperti apa Pancasila dan terorisme.

“Dan tanamkan bahwa terorisme dan radikalisme ini musuh bersama,” imbuhnya.

Produksi konten oleh milenial

Lebih lanjut, Stanislaus mengharapkan bahwa para kreator konten Pancasila itu adalah mereka para kaum milenial sendiri, karena mereka yang lebih tahu format konten seperti apa yang bisa membuat orang-orang yang satu generasi dengan mereka itu tertarik.

“Caranya, libatkan mereka, misalnya buat konten dan sebagainya. Jadi doktrinasi kepada anak muda, ya libatkan anak muda. Justru mereka mungkin lebih hebat dari kita. Biarkan mereka yang membuat, yang tua cukup mengawasi saja, kalau ada yang offside tinggal disumprit aja,” pungkasnya.