“Namun, adanya surat tersebut, bukan berarti menjadi alasan pembenar aparat Polri melakukan penangkapan semena-mena dan melakukan kekerasan terhadap warga Wadas,” tuturnya.

Lebih lanjut, Sugeng pun meminta agar Komisi III DPR RI mengambil langkah nyata untuk memanggil Kapolri untuk mempertanyakan dan mendalami motif dari anak buahnya di Jawa Tengah tersebut terkait dengan pengerahan pasukan hingga penangkapan dan aksi kekerasan aparat kepada masyarakat sipil.

“IPW berharap permintaan pengamanan dan motif turunnya anggota Polri dengan jumlah banyak tersebut ditelusuri oleh Komisi III DPR RI dengan membentuk Pansus Wadas dan Komnas HAM dengan mengkaitkan pertanggungjawaban Kapolda Jateng dalam tindakan penangkapan dan kekerasan anggota Polri di Desa Wadas berdasarkan UU HAM,” tuntutnya.

Pasal pelanggaran HAM

Praktisi hukum ini pun menyebut, bahwa di dalam pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tegas menyebut: “setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang“.

Selain itu, Sugeng juga mensinyalir bahwa Polda Jateng melalui penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan anggotanya, telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Padahal seharusnya kata Sugeng, Polri sebagai aparat penegak hukum tidak boleh menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum.

“Karena, seharusnya anggota Polri yang melaksanakan penegakan hukum harus berdasar aturan hukum,” tegasnya.

Selanjutnya, Sugeng juga menyebut bahwa di dalam Pasal 1 angka 20 KUHAP dijelaskan bahwa ; “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini“.

“Bahkan, dalam melakukan penangkapan itu, anggota kepolisian harus memiliki surat tugas dan surat perintah penangkapan,” terangnya.

Apalagi, pada penjelasan umum angka 3 huruf b KUHP juga disebutkan: “Penangkapan, panahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang”.

Tak kalah pentingnya, penangkapan sewenang-wenang dan terjadinya tindak kekerasan tersebut bertentangan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.