JAKARTA, HOLOPIS.COM – Menjelang hari Valentine, nampak beberapa etalase di sejumlah mall di Arab Saudi memajang pakaian berwarna merah dan pakaian dalam dengan warna serupa yang identik dengan valentine.
Hal ini terlihat adanya perubahan pada negara tersebut. Pasalnya, pemerintah negara penghasil minyak dunia ini melarang warganya merayakan hari Valentine atau yang biasa disebut dengan hari kasih sayang.
Melansir dari AFP, kata valentine tetap tak terlihat di manapun, meski berbagai penjualan hadiah yang indentik dengan perayaan valentine mengalami kenaikan.
“Manajemen telah meminta kami mendekorasi etalase dengan pakaian dalam berwarna merah, namun tanpa menyebutkan di manapun Hari Valentine,” ucap seorang penjual di mal Riyadh yang enggan disebutkan namanya.
“Kami sekarang bisa memperlihatkan pakaian merah dengan nyaman dan bahkan menempatkannya di etalase,” kata seorang pegawai di Grenade Mall.
Dia menambahkan, ada banyak permintaan lingerie merah saat hari Valentine. Selain itu, beberapa mall di Arab Saudi juga memberikan diskon selama periode valentine tanpa menyebut nama hari kasih sayang.
AFP mencatat, momen tersebut merupakan momen perubahan di negara Arab Saudi. Hal Ini lantaran sebelumnya polisi agama setempat pernah menindak pedagang yang menjual perlengkapan Hari Valentine.
Tak hanya itu, polisi agama juga pernah menindak warganya yang mengenakan pakaian berwarna merah saat hari Valentine yang biasa diperingati pada 14 Februari.
Sekadar informasi, Arab Saudi merupakan satu-satunya negara yang melarang perayaan hari kasih sayang. Namun seiring dengan perubahan sosial, perayaan yang awalnya dilarang, menjadi berbalik untuk menghadirkan citra lebih menarik dan mendiversifikasi ekonomi yang sebelumnya bergantung pada minyak.
Perubahan itu membuat para wanita di negara tersebut lebih punya banyak kebebasan, diantaranya yakni, wanita memiliki hak untuk mengemudi. Selain itu juga bisa menambahkan warna pada pakaian mereka di luar abaya hitam polos yang begitu tradisional.
Perubahan ini juga datang bersamaan dengan tindakan keras pada perbedaan pendapat yang menahan ulama serta aktivis hak perempuan.