JAKARTA, HOLOPIS.COM – Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan, bahwa penanganan pandemi tidak bisa lepas dari peran para insan pers atau jurnalis. Karena dari corong ini, masyarakat mendapatkan akses informasi, salah satunya tentang penanganan pandemi Covid-19.
Kesalahan informasi dan simpang siurnya pemberitaan bisa membuat penanganan pandemi terganggu, karena publik akan bingung literasi seperti apa yang perlu dijadikan pegangan.
Salah satu faktanya adalah berbondong-bondongnya masyarakat terinfeksi Covid-19 termasuk varian Omicron masuk ke Rumah Sakit dan meminta agar dilakukan perawatan intensif. Kondisi inilah yang membuat bed occupancy rate (BOR) tinggi.
“74% dari mereka yang ambil BOR itu mengalami gejala ringan. Kalau misal BOR itu 60 persen itu sebenarnya hanya seperempatnya saja (yang bergejala berat),” kata Windhu dalam program talkshow Ruang Tamu Holopis Channel, (11/2).
Kurangnya literasi dan pengetahuan yang baik bagi masyarakat terkait penangan Covid-19 ini yang membuat mereka panik ketika terinfeksi Covid-19.
“Jika bergejala ringan atau tanpa gejala maka dia masuk RS dan itu yang membuat BOR naik, dan BOR yang naik itu diberitakan dan jadi kepanikan lagi di masyarakat,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia pun mewanti-wanti agar para insan pers ikut berpartisipasi dalam menciptakan kegaduhan baru dan menambah kebingungan publik. Salah satunya adalah memuat materi pemberitaan dari orang-orang yang tidak sejalan baik dengan arah penanggulangan wabah virus ini.
“Media jangan bumbu-bumbui, membuat bingung, ada beberapa tokoh masyarakat teriak-teriak itu kepanikan dan itu. Ndak usah (diberitakan),” tuturnya.
Windhu mengajak semua pihak termasuk insan pers agar memberitakan materi yang konstruktif, salah satunya adalah mengedukasi masyarakat agar selalu patuh protokol kesehatan dan mengambil opsi terbaik ketika terinfeksi korona.
Bagi Windhu, langkah terbaik ketika terinfeksi Covid-19 adalah isolasi mandiri jika hanya bergejala ringan apalagi tanpa gejala. Opsi untuk meminta perawatan medis di rumah sakit hanya perlu dilakukan ketika memang mengalami gejala berat, salah satunya sampai menurunkan rasio oksigen.
“Meskipun gejala ringan atau tidak bergejala tidak usah rawat inap, toh kalau rasio oksigen tidak turun ngapain ke Rumah Sakit,” paparnya.
Pastikan 3 M dijalankan
Bagi Windhu, protokol kesehatan (prokes) adalah kunci utama terhindar dari penularan Covid-19. Maka dari itu, edukasi dan sosialisasi ini penting dilakukan agar masyarakat benar-benar bisa secara sukarela mematuhi prokes dengan baik dan benar.
Prokes ini utamanya adalah 3 M, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak aman.
“Mereka yang tidak sakit dan belum terdeteksi, prokes 3M,” ucapnya.
Terakhir, Windhu juga menyarankan agar berbagai kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah terkait dengan pandemi Covid-19 tetap mengedepankan kaidah ilmiah berbasis epidemik. Salah satu yang ia singgung adalah kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dengan level berjenjang.
Penentuan PPKM level ini sebaiknya mengikuti situasi yang ada, apakah di daerah tersebut penanganan covid sudah membaik, misalnya pencapaian percepatan vaksinasi hingga 3 T (testing, tracing dan treatment) dengan memaksimalkan pemanfaatan PeduliLindungi sudah baik atau belum.
“Pemda menjalankan kebijakannya sesuai level risiko setiap daerah yang beda-beda itu. Kan kita sudah punya instrumen bagus yaitu asesmen situasi. Jadi kalau misal DKI naik ke level 3, ya kebijakannya lebih ketat. Kalau level daerahnya 1 ya gak usah ketat ketat amat,” pungkasnya.