JAKARTA, HOLOPIS.COM – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan, bahwa banyak masyarakat terpincut dengan berbagai informasi yang bertebaran di media sosial. Apalagi dengan mudahnya akses mereka dengan platform digital tersebut.
Bagi Mahfud, walaupun banyak masyarakat lebih mudah mengakses social media digital platform yang memuat hiburan dan informasi tersebut, faktanya masih lebih banyak orang percaya terhadap media mainstream.
“Keluarga besar media mainstream tak perlu patah arang. Soalnya, kepercayaan masyarakat terhadap media mainstream masih sangat tinggi. Ini bukti ilmiah, bukan sekadar asal ngecap (berucap -red),” kata Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci pada acara Konvensi Nasional Hari Pers Nasional (HPN) 2022 hari kedua, di Kendari, Sulawesi Tenggara, (8/2).
Mahfud mengatakan, kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap media mainstream masih sangat tinggi. Namun, di sisi lain kekhawatiran masyarakat terhadap berita hoaks juga tinggi. Oleh karena itu, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini meminta media mainstream terus meningkatkan kualitasnya agar semakin dipercaya.
Dalam kesempatan itu pun, Mahfud mengungkapkan data berdasarkan hasil survei terbaru dari Edelman Trust Barometer yang diluncurkan Januari 2022 lalu, dimana peringkat Indonesia terkait dengan kepercayaan publik terhadap media menduduki peringkat ke-2 di dunia.
“Di dalam survei ini, tingkat kepercayaan publik Indonesia terhadap media mencapai 73 persen atau naik 1 persen, dari tahun sebelumnya,” bebernya, sambil tersenyum.
Menurut dia, Indonesia hanya kalah dari China. Sedangkan, peringkat ke-3 dipegang Thailand.
Namun kata dia, di sisi lain, tingkat kekhawatiran publik terhadap hoaks di Indonesia sangat tinggi. Indonesia menempati posisi ke-2 sebagai negara yang kecemasan publiknya terhadap berita hoaks sangat tinggi.
“Tingkat kecemasan publik terhadap hoaks mencapai 83 persen. Indonesia hanya kalah dari Spanyol. Angka ini seakan memberikan pengakuan atas keprihatinan kita pada fenomena merebaknya hoaks di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” jelasnya.
Tokoh asal Madura ini menjelaskan, bahwa media massa berperan penting untuk membendung arus hoaks. Pasalnya, media massa merupakan entitas yang bekerja melalui proses berjenjang dari lapangan ke ruangan redaksi, berstandar etik dengan kualitas yang terjaga. Terlebih mempersyaratkan verifikasi sehingga akurasi berita pun terpenuhi.
“Pers harus mampu mempertahankan profesionalisme dan kualitas pemberitaan agar mampu bertahan dan berkelanjutan sebagai sumber utama bagi publik dalam mendapatkan berita dan informasi terpercaya,” pesan Mahfud.
Mahfud juga berpesan, agar pers tidak menggampangkan proses dalam membuat berita dan menurunkan kualitasnya. Misalnya, menulis tidak cover both side, memberi pemaknaan keliru pada sebuah peristiwa, memilih narasumber yang tidak kredibel, atau praktik membuat judul-judul berita yang menggoda, namun melencengkan maknanya.
Hal ini juga sebagai wujud kedisiplinan pers dalam mempertahankan profesionalisme dan kualitas pemberitaan. Dengan begitu, seluruh insan pers dapat senantiasa bertahan dan menjadi pilihan publik. Bahkan, faktor tersebut akan berperan penting dalam melawan dominasi medsos yang dibanjiri hoaks.
Menurutnya, medsos menjadi ruang besar bagi masyarakat untuk mengabaikan etika publik dalam berkomunikasi, dan meluaskan penyebaran hoaks serta konten disinformasi. Jika fenomena ini terjadi, akibatnya fatal. Menguntungkan pihak tertentu, khususnya platform media global.
“Akhirnya menghasilkan ketimpangan dan mengusik kedaulatan nasional kita, terutama kedaulatan di bidang digital,” tukas Mahfud.
Hal senada dikatakan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal Sembiring Depari. Menurut dia, pers nasional harus menjadi media yang mandiri dan mencerdaskan dengan cara tidak menjadi media clickbait.
Menurut Atal, PWI terus mendorong pers nasional untuk memperbaiki kualitas pemberitaan, demi menjaga independensinya. “Dan sedapat mungkin menghindari tren pemberitaan yang bias, provokatif, bombastis, atau tidak taat asas jurnalistik,” kata Atal.
Selain itu, kata Atal, pembenahan harus terus dilakukan media nasional untuk menjaga marwah dan wibawa jurnalisme sebagai dasar dari kemandirian media.
“Inilah tantangan bagi kita untuk saat ini,” ujarnya.
DPR juga sepakat dengan pesan yang disampaikan Mahfud. Anggota Komisi I DPR, Rizki Aulia Natakusumah mengatakan, pers harus mawas diri dan terus meningkatkan kualitas produk jurnalismenya, demi meningkatkan kepercayaan publik.
“Media massa yang terpercaya akan menjadi jembatan penghubung yang mantap antara publik dan pemerintah,” tutur Rizki.
Sementara, Ketua Fraksi PKB di DPR, Cucun Syamsurijal mengatakan, persaingan media sepatutnya dihadapi dengan berlomba-lomba menyajikan informasi yang valid, aktual, dan seimbang. Fungsi pers di era demokrasi bernilai penting dan vital. Pers menjadi media untuk menggambarkan dinamika publik, baik terkait dengan perkembangan pembangunan maupun perkembangan peradaban masyarakat.
Perlu diketahui, bahwa acara Hari Pers Nasional 2022 kali ini mengangkat tema “Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan”. Karena pelaksanaannya masih dalam situasi pandemi Covid-19, kegiatan yang dilaksanakan para insan pers atau media massa itu dilakukan secara hybrid.
Acara dibuka Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh. Hadir juga Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Atal S. Depari, Ketua Panitia HPN 2022, Auri Jaya, jajaran Forkompimda Provinsi Sulawesi Tenggara, dan seluruh peserta Konvensi Nasional yang hadir langsung di Kendari, serta secara online.