JAKARTA, HOLOPIS.COM – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menilai pemahaman terkait Perspektif Gender di Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) harus pula mengubah dengan perspektif di masyarakat pada umumnya.
Sebab, menurutnya, sebagus apapun undang-undang yang disahkan jika perspektif masyarakat, terutama aparatnya, masih belum berubah maka akan sulit terlaksana.
“Contoh soal perkawinan di bawah umur. Di UU Perkawinan, masyarakat yang masih di bawah umur atau di bawah usia 19 tahun jika ingin menikah harus mendapatkan dispensasi terlebih dahulu dari pengadilan. Tapi, di daerah, dispensasi kawin ini sangat mudah didapatkan karena tergantung perspektif aparat yang memberikan hal tersebut,” ujar Ninik seperti dilansir dari dpr.go.id, Senin (7/2).
Pun halnya dengan RUU TPKS yang sudah disahkan menjadi inisiatif DPR RI pada rapat paripurna beberapa waktu lalu. Anggota Fraksi PKB DPR RI ini mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi yang meminta agar segera percepat pembahasan RUU TPKS tersebut.
Namun, lagi-lagi, tambahnya, segenap pihak harus senantiasa memiliki semangat perjuangan yang sama termasuk terkait perspektif korban tersebut.
“Perjuangan ini sebenarnya bukan hanya satu pihak saja, bukan hanya pemerintah dan DPR saja. Tapi juga pihak lain seperti media bagaimana memberikan kontribusi framing masyarakat terhadap kondisi seseorang. Jadi yang terpenting memberikan kesadaran juga ke masyarakat selain negara memberikan landasan hukumnya,” jelas pengusul RUU TPKS sejak periode DPR RI 2019-2024 silam.
Diketahui, baru-baru ini, terdapat ceramah salah satu pemuka agama di media sosial yang diduga toleran terhadap tindakan KDRT. Pemuka agama tersebut memberikan ilustrasi suami yang memukul istrinya yang lalu menutup aib tersebut di hadapan orang tuanya saat datang ke rumahnya. Publik pun bereaksi terhadap ceramah tersebut yang dinilai memberikan pembenaran atas tindakan KDRT sehingga menjadi lazim dilakukan.