NU
yang didirikan oleh Mbah Hasyim dan para kiai hari ini berusia 96 tahun. Sebuah usia yang sangat matang bagi sebuah organisasi. Bahkan NU lebih tua dari usia Indonesia sebagai negara yang sah dan berdaulat.
Kematangan NU ini teruji dengan berbagai teror, rong-rongan dan upaya untuk menggulingkannya dari masa ke masa. Sejak sebelum Indonesia merdeka, NU sudah menerima berbagai perlawanan politik hingga perlawanan ideologis, baik dari pemerintah hingga dari ormas lain.
Ketika kolonial masih berkuasa, NU dengan segenap kekuatannya melawan mereka. Perlawanan NU membuahkan hasil, yakni terusirnya kolonial dari bumi Nusantara. Pasca merdeka, NU kembali menjadi benteng pertahanan kemerdekaan atas usaha perebutan kembali oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration) dan sekutu. Dengan resolusi jihad yang terkenal itu, Mbah Hasyim dan NU kembali berhasil menumbangkan perlawanan penjajah.
NU saat ini berperan sebagai orang tua yang bertugas mendidik anak-anak. Maka NU tampil lebih bijak dan elegan.
Era orde lama, NU tidak serta-merta bebas dari gangguan. PKI berusaha mengikis eksistensi NU dengan menekan para Kiai. Tapi justru PKI yang akhirnya tumbang. Era orde baru, pemerintah berusaha menekan NU agar tunduk pada rezim orba. Komitmen NU diuji ketika diajak menerima asas tunggal Pancasila pada 1984 yang akhirnya diterima oleh NU. Lagi-lagi lawan terkecoh. Banyak pihak mengira bahwa asas tunggal Pancasila bertolak belakang dengan syariat Islam, dan NU pasti menolaknya. Akan tetapi dengan lantang NU mengatakan bahwa beragama tidak harus mengesampingkan Pancasila. Akhirnya, orba lah yang tumbang.
Era reformasi NU ditekan lewat Gus Dur yang saat itu menjadi Presiden. Dapat dikatakan bahwa saat itu NU adalah Gus Dur sehingga menekan Gus Dur sama saja dengan menekan NU. Gus Dur memang lengser oleh politik muslihat orang-orang yang mengangkatnya sendiri sebagai presiden, akan tetapi bukan berarti NU jatuh.
NU justru kian melejit dan menarik minat banyak lapisan masyarakat. Justru orang-orang yang terlibat dalam pelengseran Gus Dur secara politis itulah yang sekarang menjadi “gelandangan politik”. Tokoh-tokohnya jelas, tidak perlu disebut di sini.
Terakhir, NU diserang oleh segerombolan orang yang mengaku paling “nyunnah” dan paling paham syariat Islam. Banyak amalan-amalan NU yang disebut bid’ah, syirik dan tidak ada dalilnya. Sebut saja kelompok Wahabi Salafi, kelompok islamis dengan atribut simbolis minimalis. Mereka menganggap yang paling “nyunnah” adalah yang berjenggot, berjidat hitam dan bicaranya ana antum.
Terakhir lagi, terakhir kedua, NU kembali menjadi benteng NKRI dengan memasang badan menghadapi kelompok ekstrimis jihadis impor yang tidak laku di negara asalnya. Sebut saja HTI, yang menginginkan sistem “khilafah” sebagai sistem pemerintahan negara. Banyak propaganda yang mereka lakukan, mulai membandingkan presiden dengan Nabi, Pancasila dengan Alquran, hingga UUD dengan hadits. Mereka ingin menggiring logika banyak orang bahwa presiden, UUD 45 dan Pancasila adalah produk manusia dan tidak layak dan harus diganti dengan Quran, Nabi dan Haditsnya sebagai dasar negara. Akan tetapi NU sekali lagi menunjukkan kekebalannya. Bukan NU yang tumbang, melainkan mereka sendiri yang akhirnya dibubarkan.
Fakta sejarah semacam itu seolah-olah menjelaskan bahwa NU memang sengaja dibentuk oleh para Ulama untuk mengawal Islam yang ramah dan sekaligus mengawal negara dari ancaman-ancaman internal maupun eksternal. Terbukti sampai sekarang Islam yang ramah tetap menjadi kultur masyarakat Nusantara, dan Republik Indonesia sebagai negara masih dalam bingkai kesatuan.
Sekarang NU sudah 96 tahun usia yang sangat matang dan dewasa. NU saat ini berperan sebagai orang tua yang bertugas mendidik anak-anak. Maka NU tampil lebih bijak dan elegan. Memang dalam sejarah NU seolah tak tampak di permukaan. Tetapi NU ada di mana-mana. Dan saat ini semua pihak membicarakan, mendiskusikan dan bahkan menggunjing NU. Itu pertanda NU semakin diperhatikan dan diperhitungkan.
Selamat hari milad, NU tercinta. Semoga selalu istiqomah menjaga keutuhan Islam yang ramah dalam kebhinekaan.