JAKARTA, HOLOPIS.COM – Pemerintah melarang kegiatan ekspor batubara, hal ini dilakukan demi menjaga pasokan domestik untuk kebutuhan pembangkit listrik.
Diketahui, Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada bulan Januari 2022 ini memerlukan tambahan sekitar 6,1 ton batubara untuk kebutuhan produksi listrik nasional.
Namun pemerintah masih membutuhkan devisa dari transaksi ekspor batubara untuk mendongkrak pendapatan negara, mengingat saat ini harga batubara di pasar Internasional naik cukup signifikan.
Oleh karena itu, Seorang Analis dari Trimegah Sekuritas Hasbie menilai bahwa kebijakan larangan ekspor ini tidak koheren jika dilakukan jangka panjang. Dia pun menyarankan pemerintah untuk lebih tegas dan ketat dalam merealisasikan aturan domestic market obligation (DMO) kepada para pengusaha tambang batubara.
Hasbie meyakini, para pengusaha tambang batu bara akan melakukan segala cara agar pihaknya kembali mengantongi izin ekspor. Salah satunya yakni menyelesaikan masalah pasokan domestik.
Dikabarkan, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) bakal memasok 500 ribu ton batu bara ke PLN.
Lebih lanjut, Hasbie mengatakan bahwa perusahaan emiten yang paling terdampak jika larangan ekspor ini terus berlangsung yakni PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Sebab, 75% dari total pendapatan ITMG diperoleh dari kegiatan ekspor batubara. Sementara mayoritas pembeli domestik ITMG bukan pembangkit listrik, melainkan pabrik peleburan.
Sedangkan emiten yang terdampak paling sedikit adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Pasalnya, besaran ekspor emiten ini hanya sebesar 45% dari keseluruhan pendapatan. Selain itu, kerjasama dengan PLN disebut Habie juga menjadi faktor PTBA cenderung aman dari larangan ekspor ini.
Di sisi lain, Hasbie juga melihat peluang di emiten kontraktor batubara untuk cuan besar-besaran pada tahun 2022 ini. Mengingat pada tahun lalu, pemerintah menyampaikan akan menaikkan target produksi batubara pada tahun 2022, dari 625 juta ton menjadi 637-664 juta ton.
Adanya sinyal positif dari pemerintah itu, emiten kontraktor batu bara, yakni UNTR dan DOID diprediksi akan mengalami kenaikan cuan mencapai 36,7 persen dan 95,5%. Sedangkan emiten tambang batu bara akan bergerak stagnan akibat adanya larangan ekspor.