Salah satu partai politik dengan perolehan suara di Pemilu 2019 adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai berlambang Kakbah itu merupakan salah satu partai politik tua di Indonesia.

Sebelum adanya PPP, banyak partai berbasis keagamaan Islam ikut dalam kontestasi politik elektoral. Sebut saja adanya Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

Namun karena kebijakan orde baru kala itu yang memaksakan pemangkasan jumlah partai politik melalui mekanisme penyederhanaan sistem partai politik peserta pemilu, maka keempat partai berbasiskan Islam itu melakukan fusi atau penggabungan diri dan lahirlah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tanggal 5 Januari 1973.

Sebelumnya, ada sekitar 40 partai politik yang ada dan terdaftar di Indonesia. Saat itu, pemerintahan masih dikendalikan oleh Soekarno. Namun karena banyaknya partai politik yang ada, bahkan membuat kabinet pemerintahan saat itu sampai melakukan reshuffle sebanyak 7 (tujuh) kali, yakni antara tahun 1950 sampai 1959.

Oleh karena itu, pada tahun 1959, Presiden Soekarno menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin. Sistem tersebut merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Gagasan ini dikenal sebagai Konsepsi Presiden 21 Februari 1957. Terdapat dua pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, di antaranya: Pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem Demokrasi Terpimpin yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang. Membentuk kabinet gotong royong berdasarkan perimbangan kekuatan masyarakat, yang terdiri atas wakil partai politik dan kekuatan golongan politik baru atau golongan fungsional alias golongan karya.

Maka dari itu, Presiden Soekarno pada tahun 1960 menyederhanakan jumlah partai politik yang semula berjumlah 40 partai, akhirnya menjadi 12 partai dan terakhir berjumlah 10 partai. Saat itu pula berbarengan dengan tahun ditetapkannya pembubaran secara resmi oleh negara terhadap dua partai politik yang ada, antara lain Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Pembubaran ini dilakukan oleh rezim Soekarno karena keterlibatan dua partai politik tersebut dengan gerakan Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Oleh karena itu, dengan dibubarkannya Masyumi sebagai partai politik, maka kelompok berbasis Islam cenderung kehilangan satu wadah besarnya dalam kontestasi politik elektoral itu, dan yang tersisa hanyalah NU, Parmusi, Perti dan PSII.

Ganti rezim, Soeharto memimpin

Soekarno pada tahun 1967 dipaksa lengser dari jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dalam sidang umum keempat. Kemudian Soeharto yang saat itu menggantikan tahta Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia mengusulkan agar dibentuk fusi-fusi (penggabungan), sehingga partai politik terbagi hanya menjadi dua kubu saja, yakni kubu pembangunan material dan spiritual. Upaya ini diutarakan oleh Soeharto di dalam Kongres XII Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tanggal 11 April 1970.

Sayangnya, upaya fusi kelompok partai politik tersebut mendapatkan pertentangan, salah satunya adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kala itu Idham Chalid yang menjabat sebagai Ketua Umum PBNU tidak merestui upaya fusi partai politik. Karena sikap tegas NU tersebut membuat ia menjadi satu-satunya partai Islam yang memperoleh suara nasional sebesar 18,6 persen. Sementara Golkar yang saat itu menjadi kendaraan politik kelompok buruh, guru, tani dan pemuda mendapatkan angka 62,8 persen.

Kemudian pada tahun 1971, ada upaya penyederhanaan jumlah partai politik. Upaya keras itulah yang membuat PPP lahir tepat tanggal 5 Januari 1973. Deklarasi lahirnya PPP dilakukan oleh Mohammad Syafa’at Mintaredja yang akhirnya menjabat sebagai Ketua Umum DPP PPP.

Perolehan kursi dan suara PPP di seluruh Pileg

Usai berdiri, kemudian pada kontestasi politik elektoral tahun 1977, PPP mendapatkan suara 29,29 persen sebagai partai pendatang baru. Kala itu, setidaknya ada 18.743.491 orang menyalurkan suaranya di partai tersebut dan berhasil menduduki 99 kursi di Parlemen Senayan.

Kemudian pada pemilihan umum legislatif (Pileg) tahun 1982 PPP perolehan suara sebanyak 20.871.880 suara atau 27,78 persen. Dan saat itu, PPP berhasil merebut 94 kursi. Angka tersebut tentunya mengalami penurunan yakni 5 kursi dari Pileg sebelumnya.

Pada Pileg 1987, ia mendapatkan 13.701.428 suara dengan persentase 15,96 persen. Dan PPP berhasil mendudukkan kadernya di kursi DPR RI sebanyak 61 kursi, atau berkurang 33 kursi dari pemilu sebelumnya.

Kemudian pada tahun 1992, PPP hanya berhasil menduduki 62 kursi atau naik 1 kursi dari pemilu sebelumnya. Sementara perolehan suaranya mencapai 17,00 persen atau 16.624.647 suara.

Selanjutnya pada pemilu tahun 1997, PPP kembali kejar target dengan berhasil menduduki 89 kursi di Parlemen, atau naik sebesar 27 kursi. Total suara yang masuk adalah 25.340.028 suara atau 22,43 persen.

Lalu pada pemilu 1999, PPP memperoleh suara sebesar 11.329.905 atau sekitar 12,55 persen. Kemudian untuk perolehan kursi mereka mendapatkan 58 kursi saja, atau berkurang dari perolehan sebelumnya yakni sebesar 31 kursi.

Pada tahun 2004, PPP saat itu dipimpin oleh KH Hamzah Haz mendapatkan jumlah kursi yang sama dengan pemilu sebelumnya yakni 58 kursi. Sementara total pendapatan suara sebesar 9,248,764 atau 8,15 persen.

Selanjutnya, pada Pemilu 2009 di bawah kepemimpinan Suryadharma Ali PPP hanya mampu memperoleh 58 kursi saja atau turun 20 kursi dari perolehan pemilu sebelumnya. Kemudian untuk total suara yang diraup sebesar 5,533,214 atau 5,32 persen.

Kemudian pada Pemilu 2014 masih di bawah kepemimpinan Suryadharma Ali, PPP hanya mampu mendongkrak 1 kursi saja sehingga mereka mendapatkan 39 kursi di Parlemen. Sementara total pendapatan suara sebesar 8.157.488 atau sekitar 6,53 persen.

Terakhir di Pemilu 2019 di bawah komando Suharso Monoarfa, perolehan kursi PPP anjlok sebesar 20 kursi dari total raupan sebelumnya. Saat itu PPP hanya mendapatkan 39 kursi saja. Sementara untuk perolehan suara sebanyak 6.323.147 atau sekitar 4,52 persen.

Tokoh Pemimpin

Seperti partai politik pada umumnya, PPP memiliki struktur pimpinan yakni sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Berikut adalah daftarnya ;

A. Ketua Umum
1. Mohammad Syafa’at Mintaredja (menjabat : 1973–1978)
2. Djaelani Naro (menjabat : 1978–1984 dan 1984–1989)
3. Ismail Hassan Metareum (menjabat : 1989–1994 dan 1994–1999)
4. Hamzah Haz (menjabat : 1998–2003 dan 2003–2007)
5. Suryadharma Ali (menjabat : 2007–2011 dan 2011–2014)
6. Muhammad Romahurmuziy (menjabat : 2016–2019)
7. Suharso Monoarfa (menjabat : 2019–2020 dan 2020–Sekarang)

B. Sekretaris Jenderal
1. Mardinsyah (menjabat : 1984 – 1989)
2. Matori Abdul Djalil (menjabat : 1989 – 1994)
3. Tosari Widjaja (menjabat : 1994 – 1998)
4. Alimarwan Hanan (menjabat : 1998 – 2007)
5. Irgan Chairul Mahfiz (menjabat : 2007 – 2011)
6. Muhammad Romahurmuziy (menjabat : 2011 – 2014)
7. Arsul Sani (menjabat : 2016 – 2021)
8. Muhamad Arwani Thomafi (menjabat : 2021 – Sekarang)