JAKARTA, HOLOPIS.COMKebijakan pemerintah terkait larangan ekspor batubara saat ini tengah menjadi perbincangan publik. Pasalnya, kebijakan ini disinyalir akan berdampak terhadap penerimaan negara.

Lantas seberapa besarkah pengaruh dari kebijakan tersebut terhadap penerimaan negara?

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengakui akan potensi penerimaan negara yang berkurang akibat kebijakan larangan ekspor batubara tersebut.

Kendati demikian, Febrio menegaskan bahwa pengaruh kebijakan tersebut terhadap penerimaan negara hanya bersifat sementara, mengingat kebijakan ini hanya berlaku dari 1 Januari hingga 31 Januari 2022 saja.

“Kalaupun ada (gangguan pada penerimaan negara) itu hanya sementara,” ujar Febrio, (3/12).

Febrio menuturkan, langkah yang dilakukan pemerintah tersebut untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional, sehingga harus diutamakan.

“Kebijakan yang diambil pemerintah dimaksudkan untuk memastikan tidak terjadi shock bagi suplai listrik kita dan nampaknya itu bisa kita lakukan dengan sangat hati-hati,” tutur dia.

Perlu diketahui, lebih dari 50 persen pasokan listrik dalam negeri diproduksi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang notabene membutuhkan batubara sebagai bahan bakar pokoknya.

Selama ini, 75 persen dari produksi batubara di Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional atau diekspor. Sedangkan sisanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

“Karena ini sifatnya sementara, maka dampaknya pada penerimaan juga diharapkan akan sementara. Jadi kita cukup nyaman dengan risiko yang ada ke depan,” tegasnya.

Sedikit info, sepanjang tahun 2021 sejumlah komoditas penting, termasuk batubara mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan akibat permintaan pasar global yang terus meningkat.

Kondisi ini membuat Indonesia sebagai salah satu negara eksportir mendapatkan berkah tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2021 tercatat mengalami kenaikan sebesar yang sebesar Rp452 triliun atau 151,6 persen dari target APBN 2021, yakni Rp298,2 triliun.