JAKARTA, HOLOPIS.COM – Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mengaku prihatin terhadap nasib petani bawang putih. Terlebih saat ini pasar sedang dibanjiri bawang putih impor yang disinyalir menjadi salah satu penyebab anjloknya harga bawang putih petani dalam negeri.
“Kita harus melindungi petani bawang putih dari banjir impor. Selain itu kita juga harus berpihak pada tujuan kemandirian bawang putih. Untuk itu kita perlu mengaturnya agar tujuan itu tercapai,” tegas Gobel seperti dilansir dari dpr.go.id, Kamis (30/12).
Gobel menjelaskan, Indonesia mengimpor sekitar 500 ribu ton bawang putih per tahun, dan hampir 100 persen berasal dari Tiongkok. Sedangkan produksi bawang putih dari dalam negeri sekitar 90 ribu ton per tahun. “Berdasarkan data, Indonesia pernah swasembada bawang putih pada tahun 1994. Jadi sebetulnya kita mampu memenuhi kebutuhan kita sendiri,” kata Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan itu.
Hanya saja, sambungnya, seperti yang terjadi pada produk-produk pertanian dan peternakan lainnya, Indonesia selalu gagal menata importasinya. Padahal kedudukan petani Indonesia lemah karena keterbatasan lahan dan juga karena faktor kemiskinan. Selain itu, posisi tawar petani juga lemah sehingga tidak mendapat perlindungan. “Yang terjadi kemudian adalah muncul importir yang nakal dengan menghancurkan harga. Maka terjadi seperti dalam hukum perang: hancurkan, duduki, lalu kuasai,” ujarnya.
Akibat proses seperti itu, tambah Gobel, maka petani akan rugi dan akhirnya kapok menanam lagi. “Saat Indonesia bisa swasembada bawang putih, ada sekitar 100 kabupaten yang menjadi sentra bawang putih. Sekarang cuma ada di Lombok Timur, Magelang, Temanggung, dan Karanganyar. Mereka kapok,” ungkapnya.
Gobel menyebut, sejak beberapa tahun terakhir di masa pemerintahan Presiden Jokowi, Indonesia sedang berupaya untuk bisa swasembada bawang putih lagi. “Pemerintah menggelontorkan dana APBN untuk itu. Sehingga mulai muncul petani bawang putih di Humbahas, Solok, Bandung Barat, Cianjur, Majalengka, Garut, Tegal, Malang, Banyuwangi, Probolinggo, Bantaeng, Malino, Minahasa Selatan, dan banyak lagi,” tuturnya.
Legislator Fraksi NasDem ini menambahkan, program yang tengah dijalankan Presiden Jokowi untuk swasembada bawang putih bisa gagal karena impor yang tidak terkendali. “Dengan impor yang tak terkendali program ini bisa hancur lebur. Dana APBN yang digelontorkan menjadi sia-sia. Ibarat ada yang menanam, tapi juga ada yang membinasakan. Kita harus duduk bersama, menata bersama,” kilahnya.
Terlebih, kata Gobel, di tengah upaya itu terbit Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021 pada 1 April 2021, yang menghapuskan rekomendasi teknis dari kementerian terkait dan cukup izin dari Kemendag untuk melakukan impor.
“Bawang putih masuk di dalamnya yang tidak butuh rekomendasi teknis dari Kementan (Kementerian Pertanian). Ini tentu bisa mengacaukan program swasembada bawang putih, karena besaran impor bisa tidak terkoordinasikan dengan produksi petani kita sendiri,” tutur politisi dapil Gorontalo itu.
Karena itu, Gobel mengingatkan untuk segera merevisi kembali Permendag No.20 Tahun 2021 tersebut. “Permendag ini sangat tidak memihak pada kemampuan dalam negeri. Hanya menguntungkan importir. Ini sama sekali tidak menghormati daya kreasi. Bertani itu proses budaya yang dalam, penuh nilai dan kearifan lokal. Beda dengan importir, cukup modal duit dan selembar izin,” tegas Gobel.