JAKARTA, HOLOPIS.COM – Program vaksinasi COVID-19 di Indonesia mulai dilakukan oleh pemerintah, (13/1). Orang yang pertama kali disuntik vaksin buatan Sinovac adalah Presiden Joko Widodo. Pada saat yang sama, sejumlah pejabat, tokoh agama, organisasi profesi serta perwakilan masyarakat turut mengikuti vaksinasi.
Sehari setelah penyuntikan kepada Presiden Joko Widodo, vaksinasi juga dilakukan serentak dan bertahap kepada tenaga Kesehatan dan tenaga penunjang Kesehatan di 34 provinsi di Indonesia. Vaksinasi dapat dilakukan setelah terbitnya izin penggunaan darurat Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sebagai bagian dari tahap awal pelaksanaan vaksinasi, Kementerian Kesehatan kembali mengirimkan SMS Blast untuk registrasi kepada 500 ribu kelompok prioritas penerima vaksinasi COVID-19 di 91 kabupaten/kota.
Kementerian Kesehatan terus melakukan pemantauan dan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana calon penerima vaksin COVID-19 melakukan registrasi dan verifikasi data. Apabila registrasi tidak dilakukan hingga batas waktu yang ditentukan, nantinya sasaran akan di data oleh petugas dari TNI maupun Polri untuk mengidentifikasi penyebab tenaga kesehatan tidak melakukan registrasi ulang.
Selain itu, Kemenkes juga menghimbau kepada seluruh dinas Kesehatan baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mendorong penerima SMS Blast agar segera melakukan registrasi ulang di dua saluran yang disediakan yakni website pedulilindungi.id serta call/UMB *119#.
1. Sinovac
Vaksin Sinovac adalah vaksin Covid-19 pertama di Indonesia yang mendapat izin penggunaan darurat dari BPOM. EUA diterbitkan oleh BPOM pada hari Senin, 11 Januari 2021. Izin penggunaan darurat terhadap Sinovac diberikan setelah BPOM mengkaji hasil uji klinis tahap III vaksin yang dilakukan di Bandung.
BPOM juga mengkaji hasil uji klinis vaksin Sinovac yang dilakukan di Turki dan Brasil. Dari hasil analisis terhadap uji klinis fase III di Bandung menunjukkan efikasi vaksin Covid-19 Sinovac sebesar 65,3 persen. Vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac Research and Development Co.,Ltd ini diberikan dua dosis.
umlah setiap dosisnya 0,5 ml, dengan interval minimal pemberian antar dosis adalah selama 28 hari. Mengutip berita Kompas.com pada 16 Juli 2021, efek samping vaksin Sinovac menurut BPOM antara lain: nyeri, iritasi, pembengkakan, nyeri otot, dan demam. Adapun efek samping vaksin Sinovac dengan derajat berat seperti sakit kepala, gangguan di kulit atau diare yang dilaporkan hanya sekitar 0,1 sampai dengan 1 persen.
2. AstraZeneca
Hanya berselang beberapa hari, BPOM kemudian kembali mengeluarkan EUA untuk vaksin Covid-19 buatan perusahaan farmasi Inggris, AstraZeneca, pada 22 Februari 2021 dengan nomor EUA 2158100143A1.
BPOM memberikan izin penggunaan darurat untuk AstraZeneca usai melakukan evaluasi bersama Komite Nasional Penilai Obat dan pihak lainnya. Vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan University of Oxford ini memiliki efikasi sebesar 62,1 persen.
Vaksin ini diberikan secara intramuskular dengan dua kali penyuntikan. Setiap penyuntikan dosis yang diberikan sebesar 0,5 persen dengan interval minimal pemberian antar dosis yaitu 12 minggu. Efek samping vaksin Astrazeneca bersifat ringan dan sedang. Berikut efek samping vaksin AstraZeneca: nyeri, kemerahan, gatal, pembengkakan, kelelahan, sakit kepala, meriang, dan mual.
3. Sinopharm
Pada 29 April 2021, BPOM mengeluarkan EUA untuk vaksin Covid-19 Sinopharm dengan nomor EUA 2159000143A2. Vaksin Sinopharm didistribusikan oleh PT.Kimia Farma dengan platform inactivated virus atau virus yang dimatikan.
Berdasarkan hasil evaluasi, pemberian vaksin sinopharm dua dosis dengan selang pemberian 21 hari menujukkan profil keamanan yang dapat ditoleransi dengan baik. Hasil uji klinik fase III yang dilakukan oleh peneliti di Uni Emirates Arab (UAE) dengan subjek sekitar 42 ribu menunjukan efikasi vaksin Sinopharm sebesar 78 persen.
Efek samping vaksin Sinopharm yang banyak dijumpai adalah efek samping lokal yang ringan. Di antaranya seperti berikut: nyeri atau kemerahan di tempat suntikan, efek samping sistemik berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan batuk.
4. Moderna
Vaksin Covid-19 Moderna mendapat EUA dari BPOM pada Jumat, 2 Juli 2021. Berdasarkan data uji klinis fase ketiga menunjukkan efikasi vaksin Moderna sebesar 94,1 persen pada kelompok usia 18-65 tahun. Efikasi vaksin Moderna kemudian menurun menjadi 86,4 persen untuk usia di atas 65 tahun.
Hasil uji klinis juga menyatakan vaksin Moderna aman untuk kelompok populasi masyarakat dengan komorbid atau penyakit penyerta. Komorbid yang dimaksud yakni penyakit paru kronis, jantung, obesitas berat, diabetes, penyakit lever hati, dan HIV.
Beberapa efek samping yang paling sering dirasakan sebagai berikut: nyeri (di tempat suntikan), kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, dan pusing. Sementara itu, potensi gejala umum atau moderat yang muncul dapat berupa lemas, sakit kepala, menggigil, demam, dan mual.
5. Pfizer
Selang dua pekan kemudian, BPOM kembali menerbitkan EUA untuk vaksin Covid-19 Pfizer pada 15 Juli 2021. Data uji klinik fase III menunjukkan efikasi vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer Inc. dan BioNTech ini sebesar 100 persen pada usia remaja 12-15 tahun, kemudian menurun menjadi 95,5 persen pada usia 16 tahun ke atas.
Beberapa kajian menunjukkan keamanan vaksin Pfizer ini dapat ditoleransi pada semua kelompok usia. Vaksin Pfizer diberikan secara intramuskular dengan dua kali penyuntikan. Setiap penyuntikan dosis yang diberikan sebesar 0,3 ml dengan interval minimal pemberian antar dosis yaitu 21-28 hari.
Untuk efek samping pasca-vaksinasi, sebagian besar cenderung bersifat ringan. Berikut beberapa efek samping vaksin Pfizer yang umum dilaporkan: nyeri badan di tempat bekas suntikan, kelelahan, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan demam.