JAKARTA, HOLOPIS.COMRais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – Selandia Baru, KH Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir menyindir orang-orang yang mengaku sebagai keturunan Rasulullah, namun tidak bisa mencerminkan sikap dan tabiat kakek moyangnya itu.

“Mengandalkan nasab yang mulia, tapi ucapan dan tingkah lakunya jauh dari sifat yang mulia,” kata Gus Nadir, Senin (20/12).

Sepatutnya menurut Gus Nadir, orang yang menggunakan label sebagai Habib atau Sayyid bisa mencerminkan sikapnya Rasulullah sebagai representasi keturunan atau dzuriyah.

Kemudian, Gus Nadir juga menyebut bahwa label ulama membuat seseorang memiliki kewajiban besar, bukan hanya harus memiliki nilai keilmuan yang tinggi, akan tetapi harus mampu menjadi suri tauladan yang baik.

“Dulu seseorang dipandang sebagai ulama karena keilmuan dan keteladanan serta kasih sayangnya pada umat,” ujarnya.

Akan tetapi di era saat ini, justru dua unsur itu cenderung terdegradasi. Di mana orang dengan modal berani memaki-maki orang, sudah bisa berpotensi diberikan label ulama.

“Kini, asal berani caci-maki di mimbar langsung jadi ulama. Allah Karim,” pungkasnya.

Rasulullah SAW ditugaskan jadi penyempurna akhlak

Perlu diketahui, bahwa tujuan utama diturunkannya Rasulullah Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak. Ini adalah tujuan utama dari segala tugas-tugas yang diamanatkan oleh Tuhan SWT kepada Rasulullah selama di dunia.

Hal ini tersampaikan di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Al Baihaqi.

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.

Berdasarkan sumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa akhlak adalah budi pekerti atau kelakuan yang baik. Sehingga akhlak adalah sebuah perilaku atau tindakan yang baik yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk hidup dan hamba Tuhan.