JAKARTA, HOLOPIS.COM – Perempuan Indonesia Raya (PIRA) sayap partai perempuan Partai GERINDRA, menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang akan dihadiri oleh seluruh 34 perwakilan Dewan Pimpinan Daerah (wakil provinsi) dan Dewan Pimpinan Cabang (wakil Kabupaten Kota) dari seluruh Indonesia.

Hari pertama Rakernas diisi oleh pembekalan dari Sekretaris Jenderal DPP GERINDRA, Achmad Muzani, tentang bagaimana strategi partai dalam mendorong jumlah keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, baik pusat maupun daerah. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi per kelompok yang akan mendengarkan suara dari perwakilan PD dan PC PIRA yang menghadiri Rakernas ini.

“Tujuan Rakernas ini adalah bagaimana PIRA bersama-sama PIRA Daerah Provinsi dan Kabupaten Kota, berkonsolidasi untuk bagaimana caranya meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen pada 2024, banyak diisi oleh kader perempuan GERINDRA, melalui PIRA,” demikian Ketua Umum PIRA dr. Sumarjati Arjoso.

“Bersama daerah-daerah, kita akan diskusikan bagaimana kita bisa bergerak bersama, saling mendukung, saling sinergi , sehingga betul-betul kita mendapat calon anggota legislatif yang berkualitas dan mudah-mudahan mereka akan mengisi kursi anggota parlemen, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota.

Dalam dua hari Rakernas ini akan hadir Pengurus Daerah (PD) PIRA seluruh Indonesia, kecuali Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua Barat.

Sumarjati Arjoso yang memimpin PIRA sejak didirikan pada 9 Oktober 2009, yang juga pada 2009-2014 menjadi Anggota DPR-RI, serta mulai 2018-2019 menjadi anggota dewan untuk Pergantian Antar Waktu (PAW); adalah panutan banyak kader perempuan di GERINDRA. Itulah sebabnya pada akhir rangkaian Takernas PIRA ini, Bu Sum, demikian ia biasa dipanggil, akan membuka diskusi bersama kader-kader PIRA dari seluruh Indonesia.

“Afirmasi 30 persen itu bukan cuma sampai pada daftar caleg, tetapi harus sampai pada jumlah anggota legislatif terpilih,” demikian Sumarjati mengingatkan.

Saat ini, Partai GERINDRA diwakili oleh 15 anggota legislatif perempuan di antara 78 anggota legislatif perempuan, atau 19,2%. Ini masih jauh dari afirmasi 30%, seperti yang pertama kali termaktub dalam UU nomor 10 Tahun 2008, dan terus diperbaiki dalam UU Pemilu no. 7.