JAKARTA, HOLOPIS.COMMenteri Koordinator bidang Polhukam Republik Indonesia, Mohammad Mahfud MD mengatakan, bahwa adanya organisasi Wahdah Islamiyah sebagai ormas Islam adalah bentuk dari wujud Indonesia sebagai negara demokrasi.

Apalagi, banyak ormas keagamaan di Indonesia memiliki lembaga pendidikan, salah satunya adalah Wahdah Islamiyah.

“Wahdah Islamiyah yang memiliki lembaga dan pelayanan pendidikan merata di tanah air, mulai dari TK sampai perguruan tinggi juga bukti bahwa Indonesia merupakan negara agamis,” kata Mahfud MD pada saat menyampaikan sambutan di Pembukaan Muktamar IV ormas Wahdah Islamiyah yang berpusat di Sulawesi Selatan, Minggu (19/12).

Oleh sebab itu Mahfud meminta agar Wahdah Islamiyah terus menjaga NKRI yang berdasar Pancasila sebagai mietsaqon gholiedza, yakni kesepakatan luhur warga bangsa untuk hidup bersama dan bersatu di bawah NKRI dan dasar negara Pancasila.

Mahfud mengatakan bahwa oleh karena negara Indonesia agamis dan demokratis maka ormas-ormas keagamaan dan kegiatan keislaman sangat marak dan dilindungi oleh negara.

Menurut Mahfud Pemimpin Wahdah Islamiyah KH Zaitun Rasmin tersebut pasti tahu betul bahwa di Saudi Arabia saja tidak ada ormas Islam dan dapat dikatakan tidak ada pengajian-pengajian agama di luar masjid atau tempat tertentu.

“Di Indonesia sangat banyak ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, Wahdah Islamiyah, Nahdlatul Wathon, Alwashliyah, Persis, Al-Irsyad dan sebagainya. Di sini banyak sekolah Islam dan majelis taklim yang setiap hari menyelenggarakan pendidikan dan pengajian dimana-mana. Tidak ada yang dilarang,” terangnya.

Mahfud juga membantah di Indonesia terjadi kriminalisasi terhadap ulama, karena di Indonesia ini faktanya tidak ada ulama yang dikriminalisasi kecuali yang memang melakukan tindak kriminal.

“Ada puluhan ribu ulama di Indonesia, coba hitung dengan jari siapa yang dikriminalisasi selain yang memang terbukti melakukan tindak kriminil?,” kata Mahfud.

“Sebaliknya coba lihat, penghuni penjara di Indonesia ini 263 ribu lebih, ada berapa ulama yang dikriminalisasi di sana,” sambungnya.

Mahfud MD mengaku kenal baik dengan pemimpin Wahdah Islamiyah yakni Zaitun Rasmin baik sebagai aktivis Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun sebagai teman dulu di Majelis Ulama Muda Indonesia (MUMI) yang berdiri sekitar sepuluh tahun yang lalu.

“Zaitun Rasmin itu kritis tetapi dirinya maupun Wahdah Islamiyah yang dipimpinnya berjiwa NKRI yang berdasar Pancasila. Itu yang tertulis di berbagai dokumen maupun dari pernyataan-pernyataanya,” terangnya.

Mahfud juga mengaku tahu kalau Zaitun Rasmin pernah aktif di Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang dulu pernah eksis di momentum gerakan 212.

Terkait dengan hal itu, Mahfud juga menegaskan bahwa perkumpulan maupun organisasi apapun tidak pernah dilarang di Indonesia, sepanjang tidak melanggar hukum yang ada.

Sekaligus Mahfud menyebut bahwa sikap kritis bisa dilakukan oleh siapapun dan ormas apapun. Karena memang pemerintah sangat membuka diri dengan kritikan publik dalam rangka konstruktif melakukan perbaikan.

“Pemerintah tak melarang orang bersikap kritis asal tertib, siap menerima jawaban dan dikritik balik, tahu kapan harus mulai dan kapan harus berhenti,” kata Mahfud MD.

Wahdah Islamiyah semula berdiri sebagai Yayasan Fathul Muin pada tahun 1988 berpusat di Makassar yang kemudian dikembangkan menjadi ormas Islam yang sekarang cabang-cabangnya sudah ada di seluruh Indonesia. Aktivitasnya meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemanusiaan.

Mahfud MD di acara tersebut menyatakan kagum ketika diberi kesempatan untuk menguji seorang santri muda yang hafal Alquran.

Subhanallah, luar biasa. Pasti dia paham artinya dan tahu nahwu shorofnya. Kalau tak tahu arti dan nahwu shorof dalam bahasa Arab akan sangat sulit menghafal Alquran,” pungkas Mahfud.