JAKARTA, HOLOPIS.COM Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mahfud MD mengatakan, bahwa vonis Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memang membingungkan, namun hanya dalam tataran teori saja.

“Vonis MK tentang UU Cipta Kerja hanya membingungkan dari sudut teorinya saja. Tapi ia clear dan tidak membungungkan dari sudut keberlakuan implementasi amarnya,” kata Mahfud MD, Sabtu (4/12).

Karena dari sudut pandang teorinya itulah, menurut Mahfud ada sebuah pendewasaan dari sisi lingkaran konstitusi sehingga menimbulkan perdebatan hukum yang konstruktif. Namun, Mahfud memandang bahwa pemerintah menjalankan apa yang sudah diamanatkan oleh MK yakni upaya perbaikan terhadap UU Cipta Kerja.

“Bagus saja secara ilmiah bahwa sudut teorinya diperdebatkan oleh para ahli, tapi implementasinya langsung dilaksanakan sesuai amar putusan,” ujarnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut menitik beratkan pada tekstual yakni inkonstitusional dan bersyarat. Bagi Mahfud, inilah sudut pandang yang perlu diperdebatkan. Namun sesuai tafsir pemerintah, bahwa UU tersebut tetap bisa dijalankan namun dengan catatan dilakukan perbaikan maksimal 2 tahun, dan jika tidak selesai maka UU tersebut akan menjadi inkonstitusional secara permanen dan sama sekali tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum.

“Teori yang dipersoalkan,’Kalau berlaku dengan syarat mestinya konstitusional bersyarat, bukan inkonstitusional bersyarat’. Silakan debatkan itu dengan MK,” tandasnya.

“Bagi MK dan Pemerintah, amarnya jelas, ‘Berlaku selama 2 tahun dan dalam kurun itu diperbaiki tapi tidak boleh membuat kebijakan strategis yang baru’,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Mahfud mempersilakan perdebatan tentang amar putusan MK tentang UU Cipta Kerja tetap dilanjutkan. Hal ini sebagai bagian dari kajian hukum yang ada di Indonesia dalam rangka mendapatkan pendewasaan keilmuan.

“Perdebatan vonis MK dari sudut teoretis-akademis bisa diteruskan, bagus bagi ilmu hukum. Tapi yang mengikat dari setiap vonis adalah amarnya, bukan debat teoretisnya. Ada kaidah ushul fiqh ‘hukmul haakim yarfaul khilaf’. Vonis hakim (yang inkracht) itu selesai atau mengikat meski ada yang tak setuju,” pungkasnya.