JAKARTA, HOLPIS.COM – Indonesia berkomitmen bersama seluruh negara di dunia untuk menghadapi dampak perubahan iklim dengan memperkenalkan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak karbon akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan roadmap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), serta kesiapan sektor dan kondisi ekonomi.
“Bapak Presiden di dalam Pertemuan COP26 di Glasgow telah menyampaikan komitmen Indonesia untuk menjadi warga dunia untuk menanggulangi climate change. Komitmen ini sudah dari presiden ke presiden karena dari Kyoto Protocol sampai dengan sekarang,” ucap Menkeu Sri Mulyani dalam Kick Off Sosialisasi UU HPP.
Menkeu mengatakan, pemerintah membutuhkan instrumen dalam melaksanakan komitmen melalui perdagangan karbon (carbon trading). Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK). Kebijakan tersebut mengatur penyelenggaraan perdagangan karbon, pungutan atas emisi karbon, pembayaran berbasis kinerja atas penurunan emisi karbon.
“Kita akan meng-introduce cap and trade yaitu sektor tertentu, seperti PLTU batubara, diberikan cap dulu. Bahwa Anda boleh mengeluarkan atau mengemisikan CO2 level tertentu. Ada cap-nya,” tegas Menkeu.
Menkeu menjelaskan tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan minimal tarif Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
“Kalau di pasaran dunia harganya itu sudah di atas 40 dolar AS, bahkan Kanada akan menaikkan mencapai di atas 125 dolar AS sampai 2030 nanti,” tutup Menkeu.