JAKARTA, HOLOPIS.COM – Setiap negara telah menetapkan hari anak nasional, termasuk di Indonesia. Akan tetapi dalam skala dunia, hari anak internasional juga telah ditetapkan yakni tanggal 20 November.
Hari anak internasional atau world children day tersebut ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1959. Namun sejarah awalnya berasal dari tahun 1857.
Pada bulan Juni 1857 silam, ada sebuah kegiatan kebaktian yang dilakukan khusus kepada anak-anak oleh Pendeta Dr Charles Leonard. Momentum kebaktian ini akhirnya diberi nama sebagai Rose Day. Kemudian nama itu berubah menjadi Flower Sunday hingga akhirnya berubah menjadi Hari Anak.
Kemudian, peristiwa Hari Anak itu berkembang di beberapa negara termasuk di Turki, di mana Presiden Republik Turki Mustafa Kamal Ataturk membuat deklarasi resmi Hari Anak secara nasional pada tahun 1929.
Deklarasi Jenewa
Berbicara tentang deklarasi hak anak, pada tahun 1919 silam, ada sebuah deklarasi hak anak yang sangat fenomenal bernama Deklarasi Jenewa. Deklarasi tersebut disusun oleh seorang aktivis hak asasi perempuan bernama Eglantyne Jebb yang merupakan salah satu korban Perang Dunia Pertama.
Eglantyne Jebb adalah seorang warga negara Inggris. Ia lahir pada 25 Agustus 1876 di Ellesmere Inggris dan meninggal pada tanggal 7 Desember 1928 di Jenewa, Swiss.
Bersama dengan saudara perempuannya bernama Dorothy Buxton dan beberapa kerabatnya seperti Louisa Wilkins, Louisa Jebb dan Richard Jebb, Eglanty Jebb pun merancang naskah deklarasi hak anak dunia melalui lembaga sosialnya bernama Save The Children Fund.
Selanjutnya, pada tahun 1924, PBB mengadopsi Deklarasi Jenewa karya Eglanty Jebb untuk memberikan perhatian dan kesadaran betapa pentingnya pemenuhan hak anak-anak. Ada lima butir deklarasi yang dibuat oleh Eglanty Jebb yang dikenal sebagai Declaration of Geneva (deklarasi jenewa). Antara lain ;
1. Anak harus diberikan sarana yang diperlukan untuk perkembangan normalnya, baik material maupun spiritual.
2. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus disusui, anak yang terbelakang harus ditolong, anak yang nakal harus diasuh, dan anak yatim piatu dan anak terlantar harus dinaungi dan ditolong.
3. Anak harus menjadi yang pertama menerima bantuan pada saat kesusahan.
4. Anak harus ditempatkan pada pada posisi mencari nafkah dan harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi, dan
5. Anak harus dibesarkan dalam kesadaran bahwa bakatnya harus diabdikan untuk melayani sesamanya.
Kemudian pada tahun 1959, PBB mendeklarasikan hak anak secara internasional dengan mengartikulasikan hak anak atas pendidikan, bermain, lingkungan yang mendukung dan perawatan kesehatan.
Selanjutnya, pada tahun 1989 tepatnya tanggal 20 November, PBB melalui organisasinya yang fokus pada isu anak, yakni United Nations Children’s Fund (UNICEF) membuat dan mengesahkan sebuah Konvensi Hak Anak secara universal. Di dalam kovensi tersebut, organisasi negara-negara dunia tersebut mengakui secara luas pentingnya hak asasi manusia serta menjamin perlindungan hak-hak anak dalam segala kapasitas baik sosial, ekonomi, politik, sipil, dan budaya. Sehingga ditetapkanlah 20 November sebagai Hari Anak Sedunia.
Di momentum 2021, PBB merayakan Hari Anak Internasional dengan tema “A Better Future for Every Child”. Tema ini diangkat karena sudah dua tahun ini dunia tengah dilanda oleh pandemi Covid-19 dan belum usai sampai hari ini. Apalagi pandemi tersebut jelas sekali berdampak pada kehidupan dan tumbuh kembang anak-anak di seluruh dunia.
UNICEF pun telah meminta pemerintah, masyarakat sipil dan para pemangku kepentingan lainnya untuk membantu pembangunan dan pemulihan pascapandemi yang lebih baik. Hal ini dilakukan karena dunia sangat mendengarkan suara dan keprihatinan anak-anak dan remaja di seluruh penjuru negeri karena dampak wabah kesehatan itu.