Dipaparkan Mahfud, di negara Pancasila ini memang ada hukum-hukum keperdataan Islam yang dijadijan Undang-undang (UU) tetapi bukan untuk memberlakukan hukumnya melainkan untuk melindungi bagu yang ingin melaksanakannya.

Misalnya, UU Zakat dan UU Produk Halal bukan untuk mewajibkan orang Islam membayar zakat atau untuk melarang orang Islam makan yang haram. UU Zakat dibuat untuk melindungi orang yang akan membayar zakat dengan sukarela tetapi tidak mewajibkan orang untuk membayar zakat. UU Produk Halal bukan untuk melarang orang Islam makan makanan yang haram tetapi untuk melindungi dan memberi fasilitas label bagi orang Islam yang hanya ingin makan makanan yang halal.

“Tidak membayar zakat atau makan daging babi misalnya tidak bisa dihukum secara heteronom oleh negara. Tapi kalau mau membayar zakat atau ingin tahu makanan yang halal, maka negara memfasilitasi dan melindungi,” ujar Mahfud memberi contoh.

Dengan demikian, kata Mahfud, kaum muslimin di NKRI yang berdasar Pancasila bebas dan dilindungi untuk melaksanakan ajaran agamanya dalam urusan akibah, akhlaq, muammalah, dan fiqih ibadah dalam lapangan privat dan keperdataan.

“Tetapi dalam hukum publik, seperti hukum kepartaian dan pemilu, umat Islam pun tunduk pada hukum yang sama dengan yang berlaku bagi umat agam lain. Hukum publik dibuat oleh negara sebagai kalimatun sawa’ atau titik temu dari berbagai kelompok umat,” pungkasnya.