MEDAN, HOLOPIS.COM – Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengklaim bahwa sampai dengan saat ini masih banyak masyarakat yang termakan hoaks terkait dengan efek vaksinasi Covid-19.

Dalam kunjungannya ke Medan, Sumatera Utara bersama Kapolri, Hadi meminta peran serta seluruh tokoh agama dan tokoh adat di Sumatera Utara untuk memberikan edukasi terkait vaksinasi.

“Vaksin adalah salah satu upaya yang saat ini harus lebih kita optimalkan dalam menekan pandemi. Vaksin perlu mendapat perhatian karena sampai saat ini saya melihat masih ada masyarakat yang belum percaya vaksin dan masih ada masyarakat yang takut untuk divaksin,” kata Hadi, Rabu (3/11).

Dalam rapat yang dihadiri Gubernur Sumatra Utara H. Edy Rahmayadi beserta seluruh Forkopimda Provinsi Sumatera Utara tersebut, Hadi menyampaikan bahwa saat ini Kota Medan telah mencapai 70%.

Padahal, sebelumnya pada 24 Oktober yang lalu Kota Medan baru mencapai 66%. “Namun dalam waktu satu minggu, Kota Medan dapat menambah vaksin sebesar 4% dari target vaksinasi masyarakat atau lebih dari 54.000 orang,” ujarnya.

Capaian tersebut menurut Hadi, sangat penting karena Kota Medan adalah pusat perekonomian, jumlah penduduknya yang sangat besar dan mobilitas penduduk yang sangat tinggi, termasuk dari luar wilayah Kota Medan.

“Namun bila kita melihat Provinsi Sumatera Utara sebagai sebuah kesatuan, maka capaian vaksinasi dosis pertama di Sumatera Utara baru mencapai 46 sampai 47%,” tukasnya.

Hadi kemudian juga berharap kepada Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, Persatuan Gereja Indonesia, para Bupati dan Kadinkes diwilayah Sumatera Utara untuk menyampaikan kepada masyarakat terkait pentingnya Vaksinasi dalam menekan kasus Covid-19.

“Kita harus mengupayakan pemerataan optimalisasi pencapaian vaksinasi. Tanpa adanya capaian vaksinasi yang merata, maka upaya menekan pandemi akan berjalan lebih sulit,” ungkapnya.

Selain melaksanakan vaksinasi secara merata, Hadi juga mengklaim bahwa pilihan terbaik dalam menekan laju Covid-19 saat ini adalah mengambil langkah pencegahan dan antisipasi, agar tidak terjadi lagi lonjakan seperti yang lalu.

“Lonjakan kasus akan menyulitkan fasilitas kesehatan yang ada, memberi beban berat kepada tenaga kesehatan, menyulitkan ekonomi karena adanya pembatasan serta menyebabkan jatuhnya korban jiwa,” pungkasnya.

(Sel)