JAKARTA, HOLOPIS.COM – Tuntutan buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), salah satunya adalah minta agar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 sebesar 7-10 persen.
Besarnya angka kenaikan tersebut, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Aturan yang digunakan sebagai patokan kenaikan UMK 2022 tersebut, karena menurut KSPI PP Nomor 36 Tahun 2021 tidak dapat digunakan. Karena pasal tersebut merupakan turunan dari UU Cipta Kerja yang prosesnya masih berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK) sejak digugat.
“Setiap UU atau aturan yang sedang digugat, dia tidak inkracht, nggak boleh jalan. Rakyat dalam hal ini buruh dan teman-temannya sedang menggunakan hak konstitusinya. Orang lagi digugat kok, aneh masa dipakai, berarti pemerintah nggak taat hukum dong?,” jelas Said Iqbal, dalam konferensi pers virtual, Rabu (3/11).
Said Iqbal pun menegaskan, bahwa para buruh setuju jika perusahaan tidak menaikan upah minimum tahun 2022. Tapi dengan syarat, perusahaan bisa membuktikan kerugian mereka melalui laporan keuangan secara dua tahun berturut-turut.
“Kelihatan sekali Apindo itu tanda petik bersikap tidak adil, tanda petik ‘serakah’. Tidak pernah dijelaskan apa argumentasi bahwa perusahaan itu mengalami kerugian. Tidak bisa dipukul rata,” tegasnya.
“Sikap KSPI sudah jelas bahwa bilamana perusahaan merugi akibat pandemi COVID-19, KSPI setuju pengusaha dan serikat pekerja atau perwakilan karyawan berunding. Kalau memang tidak naik, tidak apa tapi syaratnya ditunjukkan pembukuan perusahaan dua tahun berturut-turut rugi, laporkan ke dinas tenaga kerja setempat, itu kan fair, nggak bisa (hanya) omongan-omongan,” sambung Iqbal.
(Sel)