JAKARTA, HOLOPIS.COM – Para pekerja Perum DAMRI melakukan aksi unjuk rasa, menuntut adanya perbaikan para direksi. Massa aksi menganggap, kerja para direksi Perum DAMRI sudah seperti di jaman penjajahan.
“Kami ingin menyampaikan apa yang terjadi di perum Damri, ada kriminalisasi oleh pimpinan, sehingga karyawan tidak digaji, terjadi mutasi, THR tidak sesuai UU, Pesangon juga belum dibayarkan,” ujar salah satu orator, Senin (1/11).
Dalam aksi tersbut, mereka berharap apa yang disampaikan bisa didengarkan para pemimpin di negeri ini.
“Saya harap bapak Pesiden dan Menteri BUMN Eric Tohir bisa mendengar aspirasi yang kami sampaikan, agar terjadi perbaikan di Perum DAMRI,” lanjutnya.
Adapun tuntutan yang disampaikan massa aksi, yakni Bayarkan Upah 6 sampai dengan 12 Bulan, Bayarkan THR 2 Tahun lalu Yang dibayar Tidak Sesuai, Diangkat Sebagai Pekerja Tetap semua Pekerja, Copot Dirut Perum DAMRI dan Stop Union Busting.
Tuntutan
Ketua Umum Serikat Pekerja Dirgantara, Digital dan Transportasi (SPDT) FSPMI, Iswan Abdullah menyampaikan 8 (depalan) tuntutan mereka. Antara lain ;
1. Pembayaran upah karyawan
FSPMI mendesak kepada Perum DAMRI untuk membayarkan upah pekerja yang tidak dibayarkan selama 6 bulan sampai satu tahun di berbagai daerah.
“Beberapa waktu yang lalu ketika audiensi dengan KOMISI VI DPR RI terkait permohonan dana penyertaan modal Negara (PMN) bahwa diduga sangat kuat bahwa Dirut PERUM DAMRI telah melakukan kebohongan public di depan DPR RI atas upah para pekerja yang tidak dibayarkan,” kata Iswan.
2. Tolak upah murah
Iswan mengatakan bahwa pihaknya santa menolak sistem pemberlakuan upah di bawah upah minimum yang berlaku. Ia juga menilai bahwa Perum DAMRI telah melanggar pelaksanaan Upah minimum dengan menetapkan upah pekerja di bawah upah minimum, padahal upah minimum berfungsi sebagai jaring pengaman bagi pekerja lajang dan masa kerja nol tahun sehingga tidak miskin secara structural.
3. Bayarkan THR
FSPMI selaku organisasi buruh di Indonesia menuntut agar Perum DAMRI pembayaran THR yang tidak dibayarkan sesuai ketentuan yang berlaku. Iswan menyebut bahwa Perum Damri telah membayarkan tunjangan hari raya (THR) yang tidak sesuai ketentuan dengan mengeluarkan keputusan tersendiri dan mengabaikan ketentuan yang berlaku bahwa THR harus dibayarkan sebesar 1 (satu) bulan Upah bagi pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun dan secara proposional bagi pekerja yang bekerjanya dibawah satu tahun.
4. Tolak PHK sepihak
Sebagai informasi yang disampaikan Iswan, bahwa seharusnya Perum Damri sebagai perusahaan plat merah milik negara mencegah terjadinya PHK di tengah kesulitan ekonomi dan pandemi Covid-19, apalagi dengan adanya bantuan penyertaan modal Negara (PNM) yang seharusnya sebagian bisa digunakan untuk pemenuhan hak hak pekerja yang tidak dibayarkan selama ini dan bukan malah melakukan perekrutan karyawan baru dengan meniadakan keberadaan karyawan lama, dan ironisnya di tengah kesulitan saat ini pihak perum Damri mem-PHK sepihak para pekerja dengan uang kompensasi hanya sebesar Rp.1.800.000,- ( Juni 2021).
5. Tolak mutasi yang tidak wajar
Kemudian, Iswan juga menyampaikan, bahwa Perum Damri telah memutasi para pekerja ke daerah-daerah yang sangat jauh seperti dari Bandung ke NTT (3 orang), Kalimantan (16 orang) yang sesungguhnya modus dan motifnya adalah diduga agar para pekerja yang dimutasi tersebut mengundurkan diri karena tidak siap meninggalkan kehidupan bersama keluarganya di tengah kondisi pandemic Covid-19, dan upah mereka tidak dibayarkan sampai 12 bulan sehingga dengan demikian Perum Damri dinilai Iswan telah lari dari tanggung jawab untuk membayarkan hak para pekerja.
6. Menolak union busting
Perum Damri melakukan tindakan union busting (pemberangusan serikat pekerja) dengan melakukan PHK sepihak terhadap ketua serikat pekerja perum damri sejak tahun 2016 tanpa melalui mekanisme pengadilan hubungan industrial sebagaimana disyaratkan UU Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
7. Menuntut hak jaminan sosial
Iswan juga menyebut, bahwa Perum Damri sebagai perusahaan milik Negara seharusnya menjadi contoh untuk patuh melaksanakan amanat UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, di mana perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
8. Copot seluruh direksi Perum Damri
Yang terakhir, Iswan mendesak agar Menteri BUMN segera melakukan perombakan besar-besaran di dalam tubuh Perum DAMRI tersebut, salah satunya dengan mencopot seluruh direski di perusahaan plat merah itu.
“Menuntut kepada meneg BUMN agar mencopot seluruh direksi perum Damri karena tidak punya kemampuan untuk mengelola perusahan publik yang menjadi milik Negara dan tak memiliki intergritas serta diduga kuat cacat akal sehat,” pungkasnya.