Sabtu, 21 September 2024
Sabtu, 21 September 2024

Putusan MA Kuatkan Standing Position UU Nomor 2 Tahun 2020

JAKARTA, HOLOPIS.COM Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, bahwa berdasarkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap judicial review (JR) terhadap UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) atau UU Covid-19.

Menurut Mahfud, putusan MK justru semakin menguatkan materi terhadap UU yang berasal dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tersebut.

“Saya ingin tegaskan, sesudah dibaca bolak balik, keputusan MK justru membenarkan seluruh Undang-Undang yang sudah tertuang seluruh isinya di dalam UU yang diuji itu,” kata Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (29/10).

Kemudian, Mahfud juga menyebut bahwa gugatan JR justru menolak seluruh uji formil. Yang artinya, secara prosedur pembentukan UU tersebut tidak ada yang dipersoalkan.

“Ada dua jenis pengujian ; pengujian formil menyangkut prosedurnya. Semua yang memohon pengujian formal itu dinyatakan ditolak oleh MK,” ujarnya.

Sementara untuk uji materil UU, Mahud menegaskan bahwa majelis hakim di dalam putusannya hanya melakukan penambahan frasa di beberapa ayat di pasal yang ada di UU Nomor 2 Tahun 2020 itu.

“Kemudian menyangkut uji materinya, yang substansi itu menyangkut Pasal 27 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), isinya itu berkaitan. Di situ disebutkan Pasal 27 ayat (1) hanya ditambah frasa sepanjang dilakukan dengan iktikad baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” terangnya.

Begitu juga dengan Pasal 27 ayat (3). Mahfud menyebut bahwa ada penambahan frasa, yakni sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan Covid serta dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Frasa di dalam Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2020 tersebut berbunyi ;
Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

“Frasa yang ditambah ini diambil dari UU yang sudah ada di Pasal 27 ayat (2),” tambahnya.

Pemerintah masih bisa digugat

Dalam kesempatan itu pula, Mahfud menegaskan bahwa pemerintah sebenarnya tidak sepenuhnya kebal hukum dengan adanya UU Nomor 2 Tahun 2020 tersebut. Masih ada peluang untuk diproses hukum jika memang ada pelanggaran penggunaan anggaran dalam upaya penanganan Covid-19 ini.

“Tentang apa yang ditudingkan sebagai hak imunitas tidak bisa digugat itu, (sebenarnya) bisa, kalau (memang) melanggar peraturan UU dan beriktikad tidak baik,” tegasnya.

Bahkan ia menyontohkan salah satu bukti bahwa pemerintah tidak kebal hukum dan tidak patuh hukum adalah dengan dijebloskannya mantan Menteri Sosial Republik Indonesia Juliari Peter Barubara.

“Kita tidak menolak penegakan hukum kalau terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Buktinya Menteri Sosial meskipun ada pasal ini tetap dihukum,” tandasnya.

Dengan demikian, asumsi liar tentang pemerintah sebagai Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memiliki imunitas sangat tinggi dengan adanya UU tersebut bisa dibantah.

“Ini tidak akan halangi penegak hukum untuk melakukan tindakan hukum kalau memang ada penyalahgunaan terhadap keuangan Covid ini,” pungkasnya.

UU Nomor 2 Tahun 2020 digugat ke MK

Penggugat UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) atau UU Covid-19 ini adalah elemen sipil dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) pimpinan Boyamin Saiman.

Tidak hanya MAKI saja, ada beberapa elemen sipil lainnya juga menggugat UU tersebut, yakni Yayasan Mega Bintang, LP3HI, KEMAKI dan LBH PEKA. Kemudian ada juga Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) yang ikut menggugatnya.

Sementara itu, gugatan uji formil dan materil ini dilayangkan MAKI pada tanggal 20 Mei 2020. Gugatan tersebut pun terdaftar dengan nomor registrasi ; TPPO : 130/PAN.OLINE/2020. Target bidikan MAKI di dalam UU tersebut adalah pembatalan terhadap Pasal 27 yang dianggapnya mengatur tentang kekebalan (imunitas) pejabat keuangan dalan menjalankan kewenangannya.

Boyamin Saiman menyatakan bahwa tujuan utama dari pengujian ini semata-mata agar persamaan hukum berlaku untuk semua orang termasuk pejabat. Serta memberikan jaminan bahwa pejabat akan hati-hati dan cermat dalam mengambil kebijaksanaan dan keputusan untuk mengelola keuangan negara dalam menghadapi pandemi corona secara baik, benar dan tidak ada KKN.

“Gugatan judicial review ini terdiri 58 halaman dan semoga MK secara cepat akan segera menyidangkannya. Pemerintah tidak bisa lari lagi seperti dalam gugatan Perppu sehingga pemerintah harus menjawab semua materi gugatan khususnya materi adanya pasal kekebalan bagi pejabat keuangan,” jelas Boyamin, Rabu (20/5).

Putusan Majelis Hakim MK

Pada hari Kamis 28 Oktober 2021, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan Putusan Nomor 37/PUU-XVIII/2020. Di dalam putusan tersebut, majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan, yakni perubahan terhadap frasa di Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3).

“Mengadili: Dalam pengujian materiil: mengabulkan permohonan untuk para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam putusannya, Kamis (28/10).

MK mengubah ketentuan Pasal 27 ayat (1) menjadi:
Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian untuk Pasal 27 ayat (3) berubah menjadi:
Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 serta dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Putusan atas permohonan uji materi pasal Perppu Covid-19 ini juga terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion. Tiga hakim Mahkamah Konstitusi yang memiliki pendapat berbeda adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Daniel Yusmic P. Foekh. Mereka berbeda pendapat dengan mayoritas hakim, khusus Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3). Ketiga hakim berpendapat seluruh dalil permohonan para pemohon, baik pengujian formil maupun pengujian materiil, tidak beralasan menurut hukum.

Temukan kami juga di Google News lalu klik ikon bintang untuk mengikuti. Atau kamu bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapatkan update 10 berita pilihan dari redaksi kami.

Rekomendasi

berita Lainnya
Related

Viral Tren ‘Gak Bisa Yura’ Bikin Netizen Dapat Momen Curcol

Baru-baru ini, bagian reff dari lagu "Risalah Hati" sering digunakan sebagai latar musik video TikTok untuk tren "gak bisa Yura".

Susunan Skuad Arsenal vs Manchester United di Laga Praseason

HOLOPIS.COM, JAKARTA - Pertandingan sengit antara Arsenal vs Manchester...

Dompet Dhuafa Sukses Tebar Hewan Kurban 1444 H, Sasar 1,7 Juta Lebih Penerima Manfaat

HOLOPIS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Tebar Hewan Kurban...
Prabowo Gibran 2024 - 2029
Ruang Mula

Berita Terbaru