JAKARTA, HOLOPIS.COM – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah bertindak cepat dan tidak menganggap sepele menyusul kabar kelangkaan BBM jenis premium dan solar di beberapa daerah sepekan terakhir.
Kelangkaan bukan hanya terjadi di Jawa dan Bali, bahkan sampai Sumatera dan daerah lainnya. Padahal jelas-jelas tidak ada kebijakan pemerintah untuk menghapus BBM jenis premium di tahun 2021.
“Masalah kelangkaan BBM ini harus dapat diselesaikan sebelum merambat ke wilayah lain dan menjalar menjadi krisis seperti yang terjadi di beberapa negara,” ujar Mulyanto seperti dilansir dari dpr.go.id, Kamis (21/10).
Pemerintah, dalam hal ini BPH Migas, lanjut Mulyanto, harus meningkatkan pengawasan. Sebagai lembaga yang berwenang atas pengaturan dan pengawasan BBM, BPH Migas harus bertanggungjawab. Jangan sampai kasus ini berlarut-larut dan membuat masyarakat panik.
“BPH Migas harus menjelaskan ke publik terkait jumlah cadangan BBM termasuk kuota BBM yang tersisa di bulan Oktober ini. Sehingga masyarakat tenang atas cadangan BBM nasional kita cukup,” tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Ia memahami kekhawatiran masyarakat terhadap kelangkaan BBM ini. Sebab beberapa negara seperti Inggris, China, India, termasuk Singapura sedang krisis energi. Masyarakat khawatir Indonesia mengalami kejadian yang sama. Karena itu BPH Migas perlu menjelaskan kepada masyarakat status cadangan BBM nasional teraktual.
Dua jenis BBM yang langka itu adalah premium dan solar. Padahal BBM jenis ini sangat dibutuhkan masyarakat. Karenanya persediaannya harus selalu aman. “Jangan sampai karena mau mengejar untung, distribusi BBM jenis ini ditahan-tahan oleh Pertamina,” tegas politisi daerah pemilihan (dapil) Banten III ini.
Oleh karenanya, Mulyanto mendesak BPH Migas segera melakukan investigasi terkait kelangkaan ini. Apalagi beberapa waktu lalu di Semarang ditemukan gudang penimbunan BBM bersubsidi yang akan diselundupkan. Selain itu BPH Migas perlu mempercepat penggunaan nozel digital di setiap SPBU.
“Harusnya dengan nozel digital ini peluang penyimpangan di titik SPBU dapat tertutup sama sekali. Peluang penyimpangan yang masih terbuka adalah rentang antara titik penyerahan DO sampai titik SPBU. Alias terjadinya “kencing” solar di tengah jalan. Karena ini adalah rentang wilayah yang tidak terawasi,” jelasnya.
Mulyanto meminta pemerintah bersama, Pertamina dan BPH Migas kedepsn perlu memikirkan cara penguatan sistem audit BBM ini. Misalnya memberlakukan sistem pembayaran subsidi dihitung berbasis jumlah BBM yang keluar dari nozel digital di SPBU, bukan direkap di depo BBM berbasis DO.
“Dengan sistem audit ini akan semakin jelas, bahwa yg dibayar sebagai BBM subsidi hanyalah BBM yang diterima masyarakat yang berhak melalui nozel digital,” pungkasnya.