JAKARTA, HOLOPIS.COM – Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera menyayangkan tentang kebijakan Presiden Joko Widodo yang mengizinkan duit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ikut digelontorkan untuk pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Hal ini karena sejak awal, Presiden mengklaim tidak ingin APBN ikut cawe-cawe dalam proyek kereta cepat tersebut.
“Keputusan menggunakan dana APBN untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kembali menunjukkan inkonsistensi pemerintah,” kata Mardani, Selasa (12/10).
Boncosnya anggaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menjadi preseden buruk bagi proyek-proyek BUMN.
“Berpeluang besar merusak kredibilitas proyek-proyek BUMN. Dari awal sudah sesumbar tidak akan menggunakan dana APBN,” ujarnya.
Mardani menganggap keadaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah bentuk ketidakhati-hatian pemerintah dalam mengelola proyek yang telah menghabiskan anggaran Rp 86,5 triliun itu.
“Tidak hati-hati dalam pelaksanaan hingga merusak lingkungan, perencanaan yang kurang matang dan perhitungan biaya yang kurang komprehensif patut diduga menjadi penyebab pembengkakan biaya,” tandasnya.
Bagi Mardani, membengkaknya biaya proyek kereta cepat ini bakal membebani pemerintah sendiri.
“Ada kekhawatiran proyek ini akan membebani pemerintah. Belum lagi perkiraan minat serta keterisian pengguna terhadap proyek ini bisa saja berubah di masa pandemi Covid-19. Jika tidak dipertimbangkan dengan benar, berpotensi menyebabkan kerugian jangka panjang,” tuturnya.
Proyek penuh kritikan
Lebih lanjut, Mardani pun menilai bahwa sejak proyek ini muncul ke permukaan, sudah banyak sekali kritikan terhadapnya.
“Proyek ini pun tak pernah luput dari masalah sejak diterapkan pada akhir 2015. Imbas dari studi kelayakan yang terburu-buru serta tidak memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) secara menyeluruh Covid-19, krisis yang tidak pernah dihadapi sebelumnya oleh negara mana pun menuntut kita untuk memastikan uang negara bisa dipakai semaksimal mungkin utk mengatasi krisis kesehatan serta dampak sosial-ekonomi yg ditimbulkan. Terutama seperti negara kita yg memiliki kemampuan fiskal terbatas,” paparnya.
Dikatakan Mardani, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini cenderung lebih besar muatan kepentingan politiknya dibanding unsur kesejahteraan masyarakat.
“Imbas kebijakan yang cenderung mengutamakan kepentingan politik praktis daripada perhitungan bisnis yang transparan dan komprehensif,” tambahnya.
Jika kebijakan Presiden Jokowi tetap melibatkan APBN untuk kelanjutan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini masih berlanjut, ia khawatir beban negara semakin berat di tambah situasi pandemi yang belum usai dan banyak menguras kantor APBN.
“Kita sama-sama tahu kondisi keuangan negara tengah menemui ujian besar. Besar sekali defisit anggaran untuk penanganan Covid-19 selama dua tahun terakhir. Salah dalam mengelola besarnya risiko fiskal, dapat menjadi malapetaka yang mengerikan di masa mendatang,” pungkasnya.
Biaya kereta cepat Jakarta-Bandung naik
Perlu diketahui, bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tengah jadi sorotan publik. Hal ini karena beberapa BUMN yang menggarap proyek tersebut kondisi keuangannya tengah kacau balau.
Sebagai rencana menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN untuk membiayai Kereta Cepat Jakarta Bandung. Padahal sebelumnya, Jokowi beberapa kali tegas berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat sepeser pun untuk mega proyek tersebut.
Sebelumnya beberapa waktu lalu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI (Persero) Salusra Wijaya mengatakan kebutuhan investasi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) membengkak atau mengalami cost over-run (kelebihan biaya) menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun.
Menurut Salusra, estimasi tersebut turun dari perkiraan pembengkakan awal mencapai 8,6 miliar dolar AS atau Rp 122,8 triliun hingga 11 miliar dollar AS atau Rp 156,8 triliun.
“Jadi perkiraan awalnya itu akan berkembang menjadi 8,6 miliar dollar AS yaitu waktu dibuat estimasinya pada November 2020 oleh konsultan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dan estimasi konsultan PSBI itu bahkan mencapai antara 9,9 miliar dollar AS hingga 11 miliar dollar AS,” kata Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, 1 September 2021 lalu.
Salusra menjelaskan biaya awal pembangunan KCJB adalah 6,07 miliar dollar AS atau sekitar Rp 86,5 triliun. Dengan adanya perkiraan pembengkakan anggaran mencapai 8 miliar dollar AS artinya terdapat kenaikan sekitar 1,9 miliar dollar AS atau setara Rp 27,09 triliun.
“Jadi ada kenaikan kira-kira 1,9 miliar dollar AS dengan komposisi yaitu Engineering, Procurement and Construction (EPC) dan Non-EPC 80 persen banding 20 persen,” jelasnya.