BONE BOLANGO, HOLOPIS.COM – Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual Bone Bolango, Gorontalo (28/9).
Program hari ini mengangkat tema “Stop di Kamu! Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital”. Adapun kolaborasi ketiga lembaga tersebut dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi.
Program kali ini menghadirkan empat narasumber yang terdiri dari instruktur baca tulis tingkat nasional, Herawati; MC dan pemengaruh, Fadillah Reski Pratiwi; akademisi sekaligus PR enthusiast, Muhammad Widiyanto; serta pembina Lembaga Dewi Keadilan, Lusia Palulungan. Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Septy Wulandari. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 orang peserta.
Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Selanjutnya, Bupati Bone Bolango, Hamim Pou, memberikan pidato kunci. Dalam kesempatan tersebut, Hamim Pou menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan webinar Indonesia Makin Cakap Digital.
Dia menjelaskan, saat ini sudah 60 persen warga mengakses teknologi informasi. Namun, ada dampak negatif seperti hoaks yang mengganggu pengambilan keputusan. “Literasi digital untuk semua kalangan termasuk milenial perlu digalakkan. Saya, Bupati Bone Bolango, mendukung sepenuhnya webinar literasi digital menuju Indonesia yang makin cakap digital,” katanya.
Pemateri pertama adalah Herawati yang membawakan tema “Kecakapan Digital: Positif, Kreatif, dan Aman di Internet”. Dia mengatakan, beberapa kemampuan yang perlu dimiliki di media sosial, yakni kemampuan membagi informasi, mengemas informasi, dan mengenal lingkungan. “Jangan menyebar hoaks, menyinggung SARA, mendiskreditkan seseorang, melakukan ujaran kebencian, asal curhat, dan menggunakan bahasa yang tidak sopan,” ujarnya.
Berikutnya, Fadillah Reski Pratiwi menyampaikan materi berjudul “Pelecehan Seksual di Dunia Digital”. Pelecehan seksual, kata dia, bisa berupa pelecehan gender, perilaku menggoda kalimat atau ajakan berkonten seksual, penyuapan seksual, pemaksaan seksual, dan pelanggaran seksual. Di dunia digital, misalnya spamming, doxing, pelecehan visual, pelecehan verbal, dan akun palsu. “Etika menanggapi pelecehan seksual adalah dengan tidak menjadi pelaku pasif, tidak menyalahkan korban pelecehan seksual, mengontrol jari saat akan berpendapat, dan berhentilah bertanya mengenai pakaian korban,” tegas Reski.
Sebagai pemateri ketiga, Muhammad Widiyanto membawakan tema “Mengenalkan Budaya Indonesia Melalui Literasi Digital”. Pengguna di dunia digital perlu memiliki tata krama dan etika yang baik, seperti menggunakan kata-kata sopan, selalu menggunakan sapaan, tidak menyebarkan informasi yang bersifat pribadi, dan menyertakan sumber atau kredit jika informasi yang dibagikan merupakan kutipan pihak lain. “Konten yang dapat menjadi globalisasi di mata dunia misalnya alat musik tradisional, pakaian tradisional, sejarah Indonesia, wisata khas daerah, dan kuliner,” kata Widiyanto.
Lusia Palulungan sebagai pemateri terakhir menyampaikan tema “Berani Lapor Kejahatan Siber”. Kata dia, Kekerasan Berbasis Gender Siber/Online (KGBO) bisa berupa pelanggaran privasi, perusakan reputasi atau kredibilitas, pelecehan, pengawasan dan pemantauan, serta ancaman dan kekerasan langsung. Jika ingin mengadu, layanan pengaduan ada di UPTD PPA Kota Makassar, UPT PPA Provinsi Sulsel, dan UPTD PPA Maros. “Beberapa lembaga layanan korban di antaranya LBH APIK Sulsel, Dewi Keadilan Sulsel, LBH Makassar, FPMP Sulsel, dan LPA Sulsel,” urainya.
Setelah sesi pemaparan materi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator. Salah satu pertanyaannya, “Dengan kian besarnya era digital, banyak ditemui kasus pelecehan di media digital. Apakah sudah ada instansi atau lembaga yang mengawasi? Kalau sudah, apakah sudah efisien?” tanya Puguh Ananta Widya kepada Lusia Palulungan.
“Lembaga yang mengawasi sepertinya belum ada. Karena kasus pelecehan seksual melalui media sosial biasanya sifatnya pribadi, misalnya melalui aplikasi percakapan atau media sosial lain antara pelaku dan korban. Hal tersebut baru bisa diketahui publik ketika korban melapor. Tetapi, ada beberapa kasus viral seperti kasus eksploitasi seksual anak yang sudah dibongkar oleh cyber-crime Polda. Namun, baru bisa diusut ketika ada laporan,” jawab Lusia Palulungan.
Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi akan diselenggarakan secara virtual mulai Mei 2021 hingga Desember 2021 dengan berbagai konten menarik dan informatif yang disampaikan narasumber terpercaya. Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya, informasi bisa diakses melalui https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi.