JAKARTA, HOLOPIS.COM – Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengungkapkan unsur penegak hukum, Kepolisian, BNN, dan Kejaksaan Agung punya andil dalam situasi overcrowding atau kepadatan penghuni di lembaga permasyarakatan (lapas).

Menurut Taufik, ketiga lembaga tersebut harus sama-sama menyadari bahwa permasalahan kepadatan penjara jadi tanggung jawab bersama.

“Nah ini yang harus kita bangun kesadaran ini. Dengan kesadaran ini maka pelan-pelan unsur penegak hukum mulai berpikir strategi apa yang harus dilakukan, perubahan paradigma apa yang harus dilakukan,” papar Taufik saat diskusi daring dengan tema ‘Memadamkan Kebakaran Lapas: Evaluasi Menyeluruh Kebijakan Sistem Peradilan Pidana Indonesia’, Selasa (21/9).

Menurutnya dengan kesadaran bersama antar lembaga, diharapkan para unsur penegak hukum bisa mulai memikirkan strategi atau perubahan paradigma guna mengatasi permasalahan kepadatan di penjara. “Pihak kepolisian harus sadar bahwa overcrowding itu juga tanggung jawab kepolisian, BNN juga berpikir seperti itu. Kejaksaan Agung punya tanggung jawab terhadap overcrowding,” kata Taufik seperti dilansir dari dpr.go.id, Kamis (23/9).

Di kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyayangkan, hingga sampai kini instansi tersebut tidak pernah dilibatkan dalam proses ajudikasi. Inti masalah kelebihan kapasitas lapas di Tanah Air ialah mengenai substansi hukum dan sistem peradilan yang gemar memidanakan seseorang. “Ini yang saya katakan bahwa aparat penegak hukum kita masih berkutat pada hukum pidana zaman hammurabi,” ungkapnya.

Menyurut Edward, hukum pidana dijadikan sebagai sarana balas dendam atas perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Melihat masalah kelebihan kapasitas lapas saat ini, ia berpandangan membangun lapas atau gedung baru bukan solusi terbaik. Selain tidak efektif, hal itu juga akan memakan biaya besar. “Untuk membangun satu lapas dengan sistem pengamanan yang standar membutuhkan biaya Rp300 miliar,” ujar dia.