SEJARAH, HOLOPIS.COM – Soetan Sjahrir lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Maret 1909. Ia adalah putra keturunan minang dari Moh. Rasad Gelar Maha Raja Soetan yang menjabat sebagai Hoofd atau jaksa di Medan. Ibunya, Poetri Siti Rabiah yang berasal dari Natal, daerah Tapanuli Selatan. Ibunya berasal dari keluarga raja-raja lokal swapraja.
Sjahrir mengenyam sekolah dasar (Eurapes Lagerere School) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan ratusan novel Belanda. Sjahrir menyelesaikan sekolah menengahnya di MULO pada tahun 1926, kemudian ia melanjutkan sekolah lanjutan atas di Algemene MiddlebareSchool di Bandung, sekolah
termahal di Hindia Belanda saat itu.
Sjahrir sebagai seorang pelajar telah menunjukkan sifat kritisnya dengan lebih mengutamakan pengertian daripada sekedar menghafalkan pelajaran.
Sifat-sifat ini terutama menonjol pada mata pelajaran sejarah dan bahasa latin. Sjahrir tidak hanya mempelajari bahasa latin saja, tetapi mengajukan pertanyaan tentang filsafat dan sejarah Kerajaan Romawi.
Perhatiannya terhadap perkembangan masyarakat Indonesia timbul dengan adanya pemberontakan PKI dan sejarah perkembangan masyarakat, Negara dalam sejarah kemanusiaan.
Berjuang Dari Bawah Tanah
Tak seperti Soekarno maupun Hatta yang berjuang terang-terangan, Syahrir lebih bergerak di bawah tanah. Rosihan Anwar dalam bukunya Sutan Sjahrir: negarawan humanis, demokrat sejati yang mendahului zamannya (2011), sampai menyebut Syahrir bernapas “di bawah tanah.”
Pada saat Jepang pertama kali menduduki Nusantara misalnya. Tindakan pertama fasis Jepang pada saat itu adalah menyegel pesawat radio. Informasi dari luar negeri diputus sehingga orang Indonesia berada dalam kegelapan informasi.
Namun Syahrir yang kala itu memiliki pesawat radio gelap yang tidak disegel Jepang, secara diam-diam mendengarkan siaran radio Sekutu. Ia berani mempertaruhkan nyawanya untuk mendengarkan radio demi mencari informasi-informasi terbaru tentang Jepang dan dunia internasional.
Kemudian gerakan bawah tanah Syahrir lainnya yakni memimpin suatu gerakan di bawah tanah. Ia mengadakan diskusi-diskusi politik dengan generasi muda.
Syahrir sadar gerak-geriknya sering diawasi. Paslnya ia banyak melakukan perjalanan ke daerah-daerah. Ia juga menerima banyak tamu dari berbagai kalangan.
Seperti misalnya dari daerah Maluku, Jawa Timur, dan daerah lainnya. Mereka yang datang mulai dari kurir, buruh-buruh minyak, sampai orang-orang pemimpin gerakan.
Selain itu Sutan Syahrir berkecimpung dalam aksi pendidikan ‘melek’ huruf secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat).
Menjelang Kemerdekaan
Syahrir adalah salah seorang yang punya sikap seperti golongan muda: mendesak kemerdekaan secepatnya. Bahkan anggota gerakan di bawah tanah pimpinan Syahrir di daerah, disiagakan untuk memproklamasikan sendiri kemerdekaan apabila hal itu gagal dilakukan di Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, Syahrir menjadi Perdana Menteri pertama. Selepas memimpin kabinet, Sutan Syahrir kemudian diangkat menjadi penasihat Presiden Soekarno sekaligus Duta Besar Keliling.
Pada tahun 1948 Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai partai alternatif selain partai lain yang tumbuh dari gerakan komunis internasional. Namun pada tahun 1951 PSI gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum pertama di Indonesia.
Setelah kasus PRRI tahun 1958, hubungan Syahrir dan Presiden Soekarno memburuk sampai akhirnya PSI dibubarkan tahun 1960. Tahun 1962 hingga 1965, Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili sampai menderita strok.