JAKARTA, HOLOPIS.COM – Sejumlah delegasi dari Dewan Tanfidzi Nasional Persaudaraan Alumni 212 (DTN PA 212) mendatangi kedung Mahkamah Agung (MA). Kedatangan mereka adalah untuk melakukan pertemuan secara tertutup dengan pihak lembaga yudikatif di Indonesia itu.
Saat ditemui wartawan, Ketua Umum DTN PA 212 Ustadz Slamet Maarif menyampaikan, bahwa pihaknya membahas tentang perkara hukum yang saat ini tengah menjerat Habib Muhammad Rizieq bin Husein bin Shihab.
“Bahwa intinya kita menyampaikan keterusikan hati rakyat Indonesia alumni 212 tentang proses hukum yang terjadi terhadap Habib Rizieq dan kawan-kawan,” kata Slamet Maarif, Senin (20/9).
Ia mengatakan, bahwa kedatangannya itu untuk memastikan agar MA bisa mengambil sikap hukum yang adil untuk seluruh anak bangsa, termasuk kepada Habib Rizieq.
“Kita tadi sampaikan, kita berharap bahwa MA masih bisa independen, masih bisa dipercaya oleh umat dan rakyat, bisa menegakkan keadilan, tidak mau diintervensi oleh pihak-pihak manapun,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu kuasa hukum Habib Rizieq, Achmad Michdan mengatakan, bahwa di dalam pertemuan tersebut ada 3 (tiga) perkara yang diutarakan.
“Ada 3 perkara yakni perkara Petamburan, Megamendung dan RS UMMI,” kata Michdan.
Namun secara mendalam, Michdan mengatakan bahwa perkara hukum yang lebih diulas di dalam audiensi tersebut adalah kasus RS UMMI Bogor.
Pasalnya, ia mengatakan bahwa kasus ini terlalu dipaksakan, karena sejatinya perkara tersebut hanya bermuara pada perkara protokol kesehatan yang diatur hukumnya di dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Dan ia menyayangkan mengapa perkara politik dipaksakan masuk ke dalam penanganan perkara tersebut.
“Yang agak mendapatkan perhatian khusus itu yang berkaitan dengan RS Ummi, karena di sana kita sampaikan tadi secara tegas, hal yang berkaitan dengan kasus RS Ummi itu adalah kasus pandemi, lebih pada aturan prokes, bagaimana pandemi diatur oleh UU Kesehatan, tidak loncat ke UU yang berkaitan dengan politik,” terang Michdan.
Menurut Michdan, penanganan perkara RS UMMI Bogor oleh pengadilan telah mengabaikan nilai-nilai hukum yang ada.
“Kami sampaikan ada criminal justice system yang tidak diterapkan di sini. Yang juga due process of law,” tandasnya.
Terakhir, ia menjelaskan bahwa pendapat publik terhadap perkara hukum bisa dijadikan dasar oleh majelis hakim dalam menimbang dan mengambil keputusan hukum.
“Jadi pendapat-pendapat itu diberikan bukan untuk maksud mengintervensi, tetapi untuk memperkaya pandangan-pandangan hukum sehingga bisa melahirkan keputusan yang adil,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, delegasi yang hadir adalah Slamet Maarif dari PA 212, Abdul Choir Ramadan dari HRS Center, kemudian Achmad Michdan selaku kuasa hukum Habib Rizieq, Musa Marasabessy sebagai humas DT PA 212 dan Hj Nurdiyati Akma.