JAKARTA, HOLOPIS.COM Politisi Partai NasDem, Muhammad Farhan menilai bahwa fenomena serangan balik yang dilakukan terduga pelaku pelecehan seksual kepada korbannya merupakan sesuatu yang miris dan perlu disikapi bersama semua elemen.

“Soal pelaku pelecehan tuntut balik korban, ini menjadi fenomena hukum yang menarik,” kata Farhan dalam program talkshow RuangTamu Holopis Channel, Jumat (17/9).

Ia juga menyinggung tentang kasus dugaan pelecehan seksual yang ada di internal Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang tengah ramai menjadi perbincangan publik. Di mana terduga pelaku melaporkan balik korbannya atas dugaan pencemaran nama baik, karena memposting kasus tersebut di media sosial.

Bagi Farhan, situas ini perlu menjadi perhatian serius semua pihak, karena memposting sesuatu apalagi yang berimplikasi pada perkara hukum tidak boleh sembarangan.

“Kita memiliki empati besar kepada korban, bahwa korban adalah korban, jadi kita harus punya empati dan pembelaan. Tapi pada satu sisi lain ketika ada hukum baru dunia digital bahwa dia salah karena mengunggah nama-nama yang diduga sebagai pelaku oleh sang korban, dan identifikasinya sudah jelas dan spesifik, namun tuduhannya tanpa pembuktian hukum,” terangnya.

Karena ketika materi hukum itu keluar di ranah publik dan menjadi konsumsi masyarakat luas, maka ada batasan hukum yang perlu diperhatikan, yakni praduga tak bersalah meskipun kasusnya benar-benar terjadi.

“Dalam hukum acara pidana kan jelas, misal mohon maaf itu kemaluannya dicoret-coret, polisi kan minta ada buktinya, ada fotonya nggak, ada dokumentasinya nggak, ini kan sulit sekali (dibahas di sosmed -red). Ini yang sering dijadikan alat untuk serang balik para pelaku pelecehan seksual,” ujarnya.

Bagi Farhan, edukasi ini penting sekali disampaikan dan disebarluaskan. “Hukum harus memberikan edukasi ke masyarakat termasuk edukasi ke korban. Lain kali kalau mau viralkan kejahatan orang lain, hati-hati sebutkan nama orang dan pastikan kalian pegang bukti-bukti kuat,” tuturnya.