Jumat, 20 September 2024
Jumat, 20 September 2024

Psikolog : Atasi Kekerasan Seksual Tak Cukup Tegakkan Hukum

JAKARTA, HOLOPIS.COM Kasus kekerasan seksual di Indonesia dianggap merupakan hal yang tabu saat ini bagi kalangan sosial masyarakat. Kecenderungan korban enggan melapor dan memprosesnya ke jalur hukum pun cukup kecil, padahal persoalan tersebut bisa dikategorikan sebagai perkara hukum serius.

Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ketua Himpunan Psikolog Indonesia DKI Jakarta (HIMPSI Jaya), Widura Imam Mustopo.

“Masalah seksual itu tabu ya di kalangan masyarakat kita, makanya korban jadi enggan melaporkan,” kata Widura dalam dialog RuangTamu Holopis Channel, Jumat (17/9).

Bukan hanya itu saja, ketika sebuah kasus kekerasan seksual dilaporkan dan menjadi konsumsi publik, banyak dari korban justru menjadi sasaran cibiran dari masyarakatnya sendiri. Dan ini menurut Widura adalah sebuah fenomena sosial yang menjadi latar belakang peliknya kasus kekerasan seksual di Indonesia.

“Ini masalah psikologis sosial, dia (korban) bisa merasa malu dengan kasus yang dihadapi,” imbuhnya.

Di sisi lain, persoalan batasan kekerasan seksual juga kurang dipahami oleh banyak masyarakat di Indonesia. Apalagi, beberapa kasus yang kerap terjadi, para pelaku tidak menyadari bahwa ia telah melakukan kekerasan seksual. Banyak karena berawal dari faktor gurauan saja sejenisnya.

Seperti halnya mencium lawan jenis karena sebuah ekspresi tertentu, sementara orang yang ia cium ternyata menyimpan rasa malu dan tidak terima dengan perilaku tersebut. Kemudian pada akhirnya perkara itu dibawa ke jalur hukum, maka pelaku cenderung terkaget-kaget.

“Kadang pelecehan seksual itu masalah situasional dan kadang dianggap bergurau, ketika itu jadi masalah hukum (pelaku) jadi kaget, karena masalah seksual itu kan persoalan tabu di masyarakat kita,” terangnya.

Selain itu, Widura juga memberikan contoh kasus yang pernah terjadi. Yakni, misalnya pelaku seorang ayah yang melakukan pelecehan atau kekerasan seksual terhadap seorang anak perempuannya. Kemudian jika kasus itu dibawa ke masalah hukum maka keluarga besar akan menanggung malu. Dan faktanya, banyak kasus serupa dan yang paling dirugikan adalah korbannya.

“Makanya mereka (keluarga) membela (pelaku) dan yang disalahkan malah korbannya, ngapain sih begitu kok ngadu. Situasinya kadang begitu,” tambahnya.

Oleh karena itulah, Widura yang saat ini menjabat sebagai Dekan Psikologi Universitas Jayabaya itu menilai, perkara kekerasan seksual tidak bisa serta merta ditumpukan pada penanganan hukum saja, perlu ada pendekatan sosial sehingga kasus ini bisa mendapatkan support dari lingkungan ketika korban memprosesnya secara hukum.

“Jadi persoalan begini tidak bisa serta merta dibawa ke masalah hukum saja, tapi ke lingkungan sosial juga (disikapi), kenapa permisif ya soal begitu-begitu (kekerasan seksual -red),” tegasnya.

Temukan kami juga di Google News lalu klik ikon bintang untuk mengikuti. Atau kamu bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapatkan update 10 berita pilihan dari redaksi kami.

Rekomendasi

berita Lainnya
Related

Perry Warjiyo Kembali Jabat Ketum ISEI

Perry Warjiyo kembali menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) untuk periode 2024-2027. Ia terpilih secara aklamasi dalam Kongres ISEI XXII 2024 yang berlangsung di Surakarta, Jawa Tengah.

Cerita Nur Fatia, Difabel Bergelar Sarjana yang Berhasil Masuk Polisi

Sekolah Polisi Wanita atau Sepolwan Lemdiklat Polri sangat bangga memiliki siswi bernama Nur Fatia Azzahra yang bergelar sarjana psikologi, dengan nilai IPK 3,56.

RESEP : Telur Ceplok Setengah Matang, Nikmat dan Menyehatkan

Meskipun terkesan sederhana, namun telur celpok setengah matang memiliki banyak manfaat baik untuk tubuh. S
Prabowo Gibran 2024 - 2029
Ruang Mula

Berita Terbaru