Pertama, soal kontrol arus informasi serta tindakan keras terhadap kebebasan berekspresi dan pers. Dia menilai tindakan itu dilatarbelakangi ruang sipil yang menyusut.
Kedua, soal penagkapan hingga menganiaya lawan politik, jurnalis, dokter, petugas kesehatan, hingga aktivis dengan tuduhan menyebarkan berita palsu.
ketiga, rencana penundaan pemilu yang terjadi di sejumlah negara dapat meningkatkan masalah konstitusional yang serius.
Berdasarkan kajian tiga laporan utama yakni 2020 Economist Intelligence Unit (EIU), Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2019, dan 2021 Democracy Report, Staf Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati memprediksi bahwa kualitas demokrasi Indonesia 2021 semakin menurun.
Di Indonesia, EIU memberikan skor tertinggi pada proses pemilu dan pluralisme (skor 7,92), berikutnya fungsi dan kinerja pemerintah (skor 7,50), partisipasi politik (skor 6,11), kebebasan sipil (skor 5,59), dan budaya politik (skor 4,38).
Indonesia sendiri berasa di peringkat ke-64 dunia, urutan 11 di Asia dan Australia. Secara total, Indonesia mendapat skor 6,48 dan masuk kategori demokrasi yang belum sempurna (flawed democracies). Itu menjadi kualitas terburuk, demokrasi Indonesia dalam 14 tahun terakhir.
Bagaimanapun kepentingan pada pilihan-pilihan berdemokrasi di negara ini tidak dapat dilepaskan dari konsepsi kesejahteraan yang ingin disasar.
Dalam hal ini, semakin tinggi kualitas demokrasi yang dicapai maka selaras dengan ini semakin tinggi pula potensi kesejahteraan yang diraih. Begitu pula sebaliknya yang terjadi.