JAKARTA, HOLOPIS.COM – Kepolisian menegaskan, bahwa langkah pemerintah yang telah melakukan pemblokiran terhadap pelaku pinjaman online ilegal tidak maksimal.
Dikatakan Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono, perlu dilakukan langkah yang lebih keras untuk menghentikan pinjaman online yang diyakininya sangat mudah untuk dibuat.
“Karena apa, satu pinjaman online ditutup, ia akan membuat kembali pinjaman baru, dengan nama baru. Karena membuatnya sangat mudah aplikasi-aplikasi seperti itu,” kata Rusdi seperti dikutip dari Polri.go.id, Sabtu (31/7).
Kepolisian, lanjut Rusdi, saat ini tengah mengejar pelaku pinjaman online ilegal yang diduga Warga Negara Asing. Bareskrim Polri berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk memburu 2 WNA yang diduga terlibat dalam kasus pinjaman online (Pinjol) ilegal di Indonesia.
Namun demikian, Polri masih enggan untuk membeberkan lebih lanjut terkait keberadaan kedua WNA tersebut. Termasuk identitas kedua WNA tersebut.
“Masih proses, ada 2 DPO. Kami juga terus koordinasi dengan imigrasi karena ini menyangkut warga negara asing. Kami terus lakukan pelacakan terhadap keberadaan yang bersangkutan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menangkap 8 tersangka pelaku pinjaman online (pinjol) ilegal bermodus koperasi simpan pinjam (KSP) di Medan, Sumatera Utara. Pinjol ini juga dikendalikan dua Warga Negara Asing (WNA) yang kini masih buron.
Dirtipid Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helmy Santika menyampaikan modus operasi pinjol ilegal ini memakai SMS blasting untuk menawarkan jasa peminjaman uang kepada korbannya.
Ia menuturkan SMS blasting inilah yang menjadi titik penyidik melakukan pengungkapan kasus ini. Dari SMS itu, pelaku terdeteksi berada di Medan, Sumatera Utara.
“Kemudian tim berangkat ke Medan, melakukan profiling, penyelidikan dan kita melakukan penangkapan di Medan. Dari situ berkembang bahwa ternyata para pelaku itu selain PT SCA juga terafiliasi dengan beberapa KSP. Koperasi simpan pinjam,” jelas Jenderal Bintang Satu itu saat jumpa pers virtual di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (29/7).
Ia menuturkan jaringan ini biasanya memakai nama koperasi simpan pinjam hidup hijau, cinta damai, pulau bahagia, dana darurat, dana cepat cair, pinjaman kejutan super dan nama-nama lainnya.
Mereka semua terafiliasi dengan jaringan ini. Dalam kasus ini, pihaknya menangkap total 8 orang sebagai tersangka yang memiliki peran berbeda-beda. Adapun dua orang di antaranya merupakan bagian debt collector alias penagihan utang.
“Jadi kita telah lakukan penangkapan total keseluruhan adalah 8 tersangka dengan berikut barang bukti tadi ada ribuan SIM card, modem pool untuk mengirim SMS blasting, kemudian ini ada beberapa HP dan laptop yang fungsinya untuk melihat alur transaksi, transaksi komunikasi dari para pelaku itu,” ungkapnya.
Selain, itu, pihaknya juga masih memburu dua WNA yang juga turut terlibat dalam pinjaman online tersebut.
“Ada beberapa tersangka yang masih dilalukan pengejaran WNA, ini sudah kita lakukan pencekalan dan mengirimkan DPO kepada kedua orang ini,” tukasnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat Pasal 45 ayat 3 tentang UU ITE, Pasal 8 dan Pasal 62 UU 8/1999 tentang perlindungan konsumen serta UU Cipta Kerja dan Pasal 311 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.