HOLOPIS.COM – Ekonomi Indonesia, Fasial Basri menyampaikan kekecewaannya terhadap kedatangan begitu banyak pekerja asing asal China. Tak tanggung-tanggung, kedatangan para pekerja migran asal negara tirai bambu itu berlangsung pada masa larangan mudik lebaran yang digalakkan oleh pemerintah Indonesia kepada masyarakatnya sendiri.
“171 WNA asal China berdatangan via Bandara Soekarno-Hatta saat larangan mudik. Dua hari sebelumnya juga masuk 85 orang WNA asal China,” kata Faisal Basri dalam akun Twitter pribadinya @FaisalBasri, Kamis (6/5).
Tidak hanya di bulan April saja, bahkan di bulan Maret lalu pun, ia mencatat lebih dari 2.500 orang WNA China datang ke Indonesia.
“Selama Maret 2021, pekerja asing asal China masuk sebanyak 2.513 orang lewat Bandara Sam Ratulangi, naik lebih 2 kali lipat dibandingkan bulan sebelumnya sebanyak 1.027 orang. Itu jumlah yang terlacak. Kenyataannya boleh jadi lebih banyak,” tandasnya.
Kondisi ini jelas membuatnya sangat kecewa. Tidak hanya persoalan inkonsistensi pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan kebijakan larangan mudik lebaran, bahkan persoalan perlindungan masyarakat produktifnya sendiri juga absent.
“Dari Barat sampai Timur berjajar pekerja China,” imbuhnya.
Pakar ilmu ekonomi politik dan dosen senior Universitas Indonesia (UI) tersebut mencatat bahwa ketersediaan penduduk usia kerja dari kalangan masyarakat produktif di Indonesia saat ini pun sangat tinggi. Sayangnya, potensi mereka tidak terserap dengan rendahnya akses lapangan kerja.
“Pada Februari 2021, pengangguran tertinggi adalah kelompok usia muda (15-24 tahun) yaitu 18.03 persen, baik dari 16,31 persen pada Februari 2020,” jelasnya.
Selain itu, masih dalam catatannya disebutkan bahwa pengangguran untuk kalangan lulusan Sekolah Menengan Kejuruan (SMK) tertinggi dari skala tersebut, yakni 11,45 persen. Kemudian untuk kalangan SMA sebesar 8,55 persen, Sarja strata-1 sebesar 6,97 persen dan untuk lulusan Diploma I sampai III sebesar 6,61 persen.
Ia sangat khawatir, kalangan muda yang berpotensi menjadi pengisi ruang-ruang lapangan kerja yang sebenarnya ada di Indonesia yang justru menganggur ini bisa berpotensi buruk di kemudian hari. Yakni mudahnya dipengaruhi oleh paham dan gerakan terorisme.
“Jadi pengangguran kian muda dan berpendidikan relatif tinggi. Mereka sasaran empuk direkrut teroris,” tutur pemilik nama asli Faisal Batubara itu.
Alumni Universitas Vanderbilt ini memandang bahwa perekrutan jaringan teroris khususnya di kalangan Timur Tengah adalah menyasar kaum muda produktif yang tidak bisa mengakses lapangan kerja.
“Semua negara yang bergejolak di Timur Tengah atau Arab Spring berciri sama, (yakni) pengangguran usia mudanya sangat tinggi,” sambungnya.
Jika melihat situasi yang ada saat ini, Faisal Basri pun memberikan kritikan kepada pemerintah pusat tentang keberadaan Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Ternyata, UU Cipta Kerja telah menunjukkan keberhasilannya, tetapi menciptakan lapangan kerja untuk warga asing,” ucapnya.
Jika kondisi ini tidak mendapatkan perhatian serius dan diperbaiki, ia khawatir bahwa pemerintahan saat ini sedang menyiapkan liang lahat baru.
“Rezim yang sedang berkuasa sedang menggali untuk kuburnya sendiri,” pungkasn Faisal Basri. (MIB)