Advertisement

Filsafat dalam Perspektif ‘Islam’

Advertisement

HOLOPISCOM – Bagi yang mengenal filsafat, impresi pertama yang mungkin akan kamu dapatkan adalah seseorang yang senantiasa berfikir dan berkhayal.
Hal tersebut tidaklah salah, karena para filsuf melihat dunia dari kacamata yang berbeda dari kebanyakan orang awam, filsafat sebenarnya bukan merupakan ilmu untuk mencari jawaban melainkan sebuah ilmu yang mencari pertanyaan.
Pertanyaan tersebut senantiasa dilontarkan untuk menguji jawaban & ketika breaking point telah ditemukan maka kita bisa mengetahui dari mana letak kesalahannya. Hal ini mengungkapkan bahwa filsafat merupakan ilmu untuk mencapai kebijaksanaan.
Kebijaksanaan itulah yang memungkinkan bagi agama Islam untuk menjadi salah satu kepercayaan yang berpengaruh di dunia baik dalam kontribusinya pada sejarah maupaun jumlah penganutnya terbesar ke-2 di dunia.
Filsafat dalam kacamata Islam mungkin di ibaratkan air dan minyak karena filsafat sendiri adalah hal yang asing dan tidak terdapat dalam agama itu sendiri, namun perlu diingat bahwa dalam kitab suci Al-Quran hal tersebut dimungkinkan dari surat Al-Hujarat ayat 13 dimana Allah SWT telah menciptakan manusia dari pasangan seorang lelaki dan perempuan yang kemudian berkembang menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya bisa saling mengenal.
Islam pertama kali muncul tahun 622 M, 10 tahun pertama dalam berdirinya agama tersebut sebuah negara bernama Kekhalifahan Ummayah yang didirikan oleh Nabi Muhamad SAW muncul. Setelah kematiannya, kepemimpinan negara tersebut diteruskan oleh ke-4 sahabatnya yang kita kenal sebagai para Khalifah dan masing-masing dari masa pemerintahan mereka, negara itu mengalami perluasan dengan menaklukan Kekaisaran Byzantium di Barat dan Sasanid Persia di Timur.
Penaklukan tersebut kelak akan menjadi zaman keemasan ummat Islam yang berlangsung dari tahun 800-1258 M. Para penakluk Muslim tidaklah membumihanguskan wilayah yang mereka duduki, namun malah mengembangkannya. Para penguasa Ummayah mensponsori pembuatan madrasah-madrasah yang digunakan sebagai tempat pembelajaran dan terbuka untuk semua golongan terlepas dari latar agama maupun etnis.
Selain itu, ketika dunia barat tengah mengalami abad kegelapan di mana pengetahuan dan filsafat mereka menghilang, orang-orang Muslim justru melakukan terjemahan atas karya-karya Barat peningglan era Yunani-Romawi kuno untuk menjaganya tetap hidup termasuk mengembangkannya.
Keterbukaan inilah yang memungkinkan pemikir hebat seperti Ibnu Sina dan Al-Khwarijmi untuk lahir dengan kebijaksanaan dan kontribusi pemikirannya.
Filsafat Islam bertujuan untuk memadukan pengatahuan yang datang dari seluruh wilayah Kekhalifahan untuk kemudian dipadukan dengan prinsip akhlaq dan keagamaan. Hasilnya adalah terdapat pemahaman yang berbeda-beda terhadap hal-hal yang disebutkan oleh Al-Quran dan hal yang terjadi di dunia.
Perbedaan pemahaman tersebut memanglah menguntungkan, namun dalam satu sisis hal tersebut juga melahirkan paham-paham yang konservatif dan hal ini umumnya berkaitan dengan interpretasi terhadap agama dan Tuhan.
Ketidaksetujuan tersebut berpotensi untuk memecah belah golongan-golongan yang semua bersatu dan hal tersebut mencapai puncaknya ketika invasi bangsa Mongol terjadi dan menghancurkan semua karya-karya intelektual tersebut.
Invasi bangsa Mongol menyebabkan hilangnya informasi berharga tersebut, dunia Muslim pun secara perlahan mengalami kemundurannya karena kebanyakan pemikir setelah itu lebih berfokus untuk mempelajari Teologi dan bidang-bidang keagamaan dibandingkan dengan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Alhasil kebanyakan ilmu pengetahuan tersebut dipelajari oleh bangsa Barat pada masa Renaisance dan dunia Muslim menjadi tertinggal secara teknologi dan ilmu pengetahuan.
Usaha-usaha untuk membendung pengaruh barat tersebut tentu saja mendapatkan perlawanan, namun selalu kalah karena tidak seimbang dan dari rasa frustrasi tersebutlah radikalisme muncul.
Pada sisi lain, usaha perlawanan tersebut juga ada yang mengagumi Barat secara berlebih dan melakukan westernisasi. Alhasil pengaruh Barat masuk tanpa ada penyaringan ke dalam dunia Muslim.
Akan tetapi, dengan zaman senantiasa berubah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan komunikasi dunia Muslim sendiri mulai mengalami proses modernisasi dan hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi lahirnya era keemasan Islam yang baru di mana dunia Muslim sendiri akan secara perlahan menjadi progresif yang pada akhirnya akan beradaptasi dengan perkembangan terkini. Dampak dari proses tersebut adalah kembali munculnya filsuf Islam zaman modern ini, Buya Hamka adalah salah satu dari mereka.
Modernisasi yang dialami dunia hendaknya dijalankan secara dua kaki, di mana moralitas agama dan ilmu pengetahuan saling bahu-membahu dalam memunculkan kebijaksanaan yang baru. (zik)

Share
Published by
Selvi Anggriani

Recent Posts

Refleksi dan Proyeksi 2025, Menag: Membangun di Atas Fondasi Spiritualitas

JAKARTA - Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menggelar ‘Refleksi dan Proyeksi Kemenag’ dalam menyongsong…

3 menit ago

Wamenkomdigi Angga Prabowo Sapa Warga di Stasiun Senen Saat Momen Libur Nataru

Saat Wamenkomdigi (Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Digital) Angga Raka Prabowo melakukan pengecekan akses sinyal…

18 menit ago

RESEP : Cimplung Nangka, Cocok Sebagai Camilan Sambil Santai

Resep kuliner kali ini ada cimplung nangka yang tentunya lezat dan nikmat, apalagi disantap selagi…

33 menit ago

Manfaat Minum Kopi di Pagi Hari, Salah Satunya Bikin BAB Lancar

Kopi adalah salah satu minuman yang paling digemari di seluruh dunia. Bagi banyak orang, hari…

48 menit ago

Jelang Akhir Tahun, Harga Emas di Pegadaian Mulai Terkerek Naik

Harga emas batangan bersertifikat yang dijual di PT Pegadaian (Persero) terpantau mulai mengalami kenaikan pada…

1 jam ago

Ramalan Cuaca Jabar Akhir Pekan, Waspada Potensi Hujan Sejak Pagi

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika telah merilis informasi terkini perihal prakiraan cuaca Jabar (Jawa Barat)…

1 jam ago