HOLOPIS.COM – Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Arif Fahrudin menyampaikan bahwa pentingnya menjadi warga negara yang baik (fiqh Kewarganegaraan).
“Menjadi warga negara yang baik adalah menjaga dan memerkokoh hubungan harmonis antara ulama dan Umara,” kata Arif dalam workshop Khatib Moderat 2021 dengan tema “Upaya Mencegah Faham Intoleran, Radikalisme dan Terorisme” bersama Wadah Silaturahim Khatib Indonesia (Wasathi) di Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (24/4).
Hal ini disampaikan sekaligus dalam rangka sosialisasik kepada para tokoh agama untuk memberikan bimbingan dan melindungi masyarakat dari paparan paham intoleran, radikalisme, dan terorisme yang tengah merebak di kalangan grass root.
Apalagi menurut Arif, sejatinya ulama dan umaro (pemimpin negara) merupakan dua entitas yang saling menopang dan melengkapi. Sementara kelompok berpaham intoleran, radikal yang berujung pada terorisme cenderung ingin merusak tatanan itu.
“Sebagaimana Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa agama (ulama) dan negara (Umara) adalah dua hal yang saling menopang dan membutuhkan. Keduanya tidak untuk saling melemahkan atau menyalahkan. Tanpa panduan ulama yang moderat negara bisa roboh. Tanpa dukungan Umara, kehidupan keagamaan akan lemah,” jelasnya.
Saling menghormati perbedaan dalam bingkai kebhinekaan menjadi sangat penting diterapkan oleh seluruh komponen bangsa yang berbeda-beda suku, ras, agama dan golongannya. Semua itu bisa dicapai ketika masing-masing insan bangsa memiliki jiwa dan pemikiran yang baik sehingga mampu mengimplementasikan diri sebagai warga negara yang baik pula.
“Menjadi warga negara yang baik adalah dengan memandang sesama warga negara dalam wilayah NKRI dengan pandangan yang sederajat tanpa didiskriminasikan oleh perbedaan agama dan suku,” terangnya.
“Selama dia manusia, dia adalah sesama hamba ciptaan Allah SWT. Bahkan, umat Islam wajib hukumnya untuk menyayangi seluruh umat manusia sebagai bentuk menjaga agama yang ramah (himayatud Din), menjaga umat (himayatul ummah), dan menjaga negara (himayatud dawlah),” sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Khatib Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi, KH Solahuddin memberikan penekanan bahwa sesama manusia tidak boleh ada yang saling merendahkan.
“Sesama umat Islam atau sesama warga negara tidak boleh saling merendahkan, saling berprasangka buruk, dan saling melecehkan. Karena sesungguhnya tanggungjawab umat Islam ada dua, yaitu tanggungjawab keagamaan (mas’uliyah Diniyyah), dan tanggungjawab menjaga NKRI (mas’uliyah wathoniyah),” tuturnya.
Lebih lanjut, ia juga meminta kepada seluruh umat Islam sebagai umat yang memiliki ajaran agama rahmatan lil ‘alamin untuk lebih menonjolkan umat yang rahmah bukan umat yang marah.
“Umat Islam sebagai warga negara dan umat beragama yang berpemikiran ramah hendaknya lebih memiliki peran besar untuk merawat harmoni kehidupan beragama dan bernegara Indonesia,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama pula, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi, KH Qomarudin Hidayat memberikan penekanan lagi kepada seluruh umat Islam agar bisa menjadi suri tauladan yang baik di kalangan masyarakat. Caranya adalah dengan menerapkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah insaniyah dan ukhuwan wathoniyah.
“Doktrin NU itu sangat kompatibel dan relevan untuk penguatan persaudaraan umat Islam, persaudaraan sesama manusia dan persaudaraan kebangsaan,” kata KH Qomarudin.
“Dalam kontek persaudaraan ini, maka umat Islam hendaknya menjadi teladan bahwa dalam berinteraksi antar sesama warga, tidak boleh membedakan atas dasar perbedaan agama dan suku,” pungkasnya. (MIB)