HOLOPISCOM – Setelah mengulas kisah Nabi Ibrahim menghancurkan berhala, mengajak ayahnya beriman, selamat dari api hingga kurban, kali ini redaksi HOLOPIS.COM akan menyuguhkan pelajaran yang bisa dipetik dari perjalanan Nabi Ibrahim, tepatnya kisah hijrah Nabi Ibrahim ke Mekah dan pembangunan Kiblat Umat Islam, Ka’bah.
Singkat kata, Nabi Ibrahim Alaihissalam pun pulang bersama istrinya Sarah, dari negeri Mesir menuju Syam. Sarah membawa serta Hajar; yang merupakan hadiah dari seorang raja zhalim. Sarah begitu riang gembira dengan keberadaan Hajar dan mencintainya. Sarah memberikan Hajar kepada Nabi Ibrahim (untuk dinikahi-red). Sehingga Hajar melahirkan putra Nabi Ibrahim Alaihissalam, yaitu Ismail.
Lalu, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk keluar bersama Hajar dan putranya dan memerintahkan pergi ke Mekah, dan meninggalkannya di sana. Ini dengan tujuan, agar lembah yang diberkahi ini menjadi makmur dengan keberadaan Siti hajar dan Nabi Ismail. Nabi Ibrahim Alaihissalam bergegas menunaikan perintah Allâh ini.
Beliau Alaihissalam keluar membawa dua orang terkasihnya menuju ke Mekah, di mana tak air di sana, tanah pun gersang dan tandus serta sepi tak berpenghuni. Sekarang, mari kita dengarkan ucapan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma yang menceritakan kepada kita tentang kisah ini. Ibnu Abbas Radhiyallahun anhuma berkata,
“Pertama kali kaum wanita memakai ikat pinggang adalah karena (meniru) Ummu Ismail (Hajar); di mana ia memakai ikat pinggang untuk menghilangkan jejaknya[1] dari Sarah. Nabi Ibrahim Alaihissalam membawa Hajar dan putranya Ismail dalam keadaan Hajar menyusuinya hingga Nabi Ibrahim Alaihissalam meletakkannya di tempat yang nantinya akan dibangun Baitullah; yaitu di dekat pohon besar di atas Zamzam, di atas bagian (yang nantinya berdiri di sana) masjid.
Kala itu, di Mekkah tidak ada siapapun, dan tidak ada air. Nabi Ibrahim menempatkan keduanya di sana. Nabi Ibrahim pun meletakkan di dekat mereka sebuah geriba berisi kurma, dan wadah berisi air. Lalu Nabi Ibrahim membalikkan punggungnya untuk meninggalkan tempat tersebut.
Hajar mengikuti Nabi Ibrahim dan berkata, “Wahai Ibrahim! Kemana engkau hendak pergi meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni dan tak ada apapun di sini?” Hajar mengucapkan kata-katanya berulang kali, namun Nabi Ibrahim tidak juga menolehnya. Akhirnya Hajar bertanya, “Apakah Allâh yang memerintahkan hal ini kepadamu?” Nabi Ibrahim menjawab, “Benar.” Hajar menimpali, “Kalau begitu, Allâh tidak akan menyia-nyiakan kami.” kemudian Hajar kembali ke tempat semula.
Nabi Ibrahim Alaihissalam terus pergi, hingga ketika sudah berada di jalan pegunungan dan tidak terlihat lagi oleh Hajar dan putranya, Nabi Ibrahim menghadapkan wajahnya ke (tempat yang nanti akan didirikan-red) Baitullah, lalu beliau memanjatkan doa berikut dengan mengangkat kedua tangannya:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Rabb kami! sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, wahai Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.[ Ibrâhîm/ 14: 37]
Setelah itu, Hajar mulai menyusui Ismail. Ia meminum dari air yang ditinggalkan Nabi Ibrahim. Hingga ketika air telah habis, ia mulai merasa kehausan, begitu pula putranya, Ismail. Hajar menatap putranya yang meronta-ronta. Karena tak sanggup melihat keadaan putranya, Hajar berlarian meninggalkan putranya menuju bukit Shafa, bukit terdekat darinya. Ia naik lalu berdiri di sana dan memandangi lembah yang baru saja ia tinggalkan, berharap ada orang lain di sana. Ternyata tidak ada seorangpun selain mereka berdua. Ia turun dari bukit Shafa dan terus berlari kecil melewati lembah sehingga sampai ke bukit Marwah. Ia berdiri di sana untuk memeriksa, apakah ada seseorang yang terlihat? Namun tidak ada seorang pun.
Ia melakukan itu sampai 7 kali. Ibnu Abbas berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
فَذَلِكَ سَعْيُ النَّاسِ بَيْنَهُمَا
Itulah (asal-mula) sa’i manusia (orang yang berhaji) di antara keduanya (Shafa dan Marwah).” Tatkala Hajar berada di atas Marwah, ia mendengar suara. Ia berkata kepada dirinya, “Diamlah!” Lalu ia mencari-cari dengar dengan seksama. Ia berkata, “Engkau sudah memperdengarkan suaramu, bila memang engkau bisa menolong (maka tolonglah)”. Ternyata ia dapati sesosok malaikat (Malaikat) di tempat air zamzam yang sedang mencari dengan kakinya (bagian belakang) – (atau perawi berkata:) dengan sayapnya- hingga muncullah air. (Melihat air itu-red),
Hajar membendung air tersebut lalu menciduknya ke dalam wadah airnya, sedangkan air tersebut menyembur setelah diciduk Hajar. Ibnu Abbas berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
يَرْحَمُ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ أَوْ قَالَ لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنْ الْمَاءِ لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِينًا
Semoga Allâh merahmati Ibu Ismail. Sekiranya ia membiarkan air Zamzam –atau beliau bersabda: Sekiranya ia tidak menciduk air tersebut- tentulah air Zamzam sudah menjadi mata air yang mengalir.”
Lalu, Hajar minum dan menyusui anaknya. Malaikat berkata kepadanya, “Janganlah takut binasa! Sesungguhnya di sini ini rumah Allâh (Baitullah). Anak ini dan ayahnya akan membangunnya. Dan sungguh, Allâh tidak akan menyia-nyiakan orang-orang dekatnya.”
Adapun tempat yang menjadi Baitullah tersebut menonjol lebih tinggi dari tanah di sekitarnya, seperti bukit. Aliran air datang melewatinya dan menghanyutkan apa-apa yang ada di kanan kirinya. Demikianlah keadaannya, hingga ada sekelompok orang atau sekeluarga dari Jurhum lewat yang datang dari jalan Kada’. Mereka turun di lembah bawah Mekah. Mereka melihat burung yang berputar-putar. Mereka berkata,
“Sungguh, burung ini benar-benar tengah berputar di atas air. Sementara, yang kita tahu tentang lembah ini, tidak ada air di sana.” Lalu, mereka mengutus satu atau dua orang utusan. Ternyata mereka jumpai air di sana. Utusan itu kembali menuju rombongan, dan memberitahu mereka tentang keberadaan air di sana. Mereka mendatanginya,
sementara Ibu Ismail ada di sisi air tersebut. Mereka berkata, “Apakah engkau mengizinkan kami untuk singgah di tempatmu ini?” Hajar menjawab, “Ya, akan tetapi kalian tidak punya hak atas air ini.” Mereka membalas, “Ya.”
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Permintaan izin orang Jurhum itu mendapat restu dari Ibu Ismail, karena dia senang tidak merasa sepi. Mereka turun dan bertempat tinggal di sana, dan mengirimkan utusan kepada keluarga mereka sehingga merekapun turut tinggal di sana.”
Akhirnya, ada beberapa keluarga dari kalangan Jurhum yang membuat rumah di sana, sementara Nabi Ismail terus tumbuh menjadi pemuda dan mempelajari Bahasa Arab dari mereka. Ismail Alaihissalam membuat kaum Jurhum terpesona dan terpukau. Ketika Ismail sudah beranjak dewasa, kaum Jurhum menikahkan Ismail dengan seorang wanita mereka.
Saat itu, Ibu Ismail telah meninggal dunia. Pasca menikah, Nabi Ibrahim Alaihissalam datang. Ia hendak melihat-lihat keluarga yang ditinggalkannya. Namun ia tidak berjumpa Ismail. Ia bertanya kepada istri Nabi Ismail tentang Ismail Alaihissalam, si istri berkata, “Ia keluar mencari rezeki untuk kami.”
Kemudian Nabi Ibrahim Alaihissalam bertanya tentang keadaan dan kehidupan mereka. Istri Nabi Ismail Alaihissalam menjawab, “Kami dalam keadaan tidak baik, dalam kesempitan susah.” Ia mengeluhkannya kepada Nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim berkata, “Bila suamimu sudah datang, sampaikan salamku kepadanya. Katakan kepadanya, agar ia mengganti palang pintunya.” Ketika Ismail datang, seolah-olah ia mendapati sesuatu. Ia bertanya, “Apakah ada seseorang yang datang kepadamu?” Ia menjawab, “Ya. Ada orang tua datang kepada kita seperti ini dan itu. Ia bertanya kepadaku tentangmu, dan akupun memberitahukannya kepadanya. Ia bertanya kepadaku, ‘Bagaimana kehidupan kita?’ Aku beritahukan kepadanya bahwa aku dalam keadaan sulit dan payah.” Ismail bertanya lagi, “Apakah ia berpesan sesuatu kepadamu?” ia menjawab, “Ya. Ia suruh aku menyampaikan salamnya untukmu.
Ia juga berkata, agar Ismail mengganti ambang pintunya.” Ismail berkata, “Itu adalah ayahku. Ia menyuruhku untuk menceraikanmu. Pulanglah ke keluargamu.” Ismail menceraikan istrinya.
Lalu Ismail menikah dengan wanita lain dari kalangan mereka. Nabi Ibrahim meninggalkan mereka beberapa lama sesuai yang Allâh kaehendaki. Kemudian Nabi Ibrahim datang lagi setelah itu, namun ia tidak mendapati Ismail. Iapun masuk menemui istri Ismail. Ia bertanya kepada istri Ismail tentangnya. Ia menjawab, “Ia tengah mencari nafkah untuk kami.” Nabi Ibrahim bertanya lagi, “Bagaimana keadaan kalian?” Nabi Ibrahim juga bertanya tentang kehidupan dan keadaan mereka. Istrinya menjawab, “Kami baik dan longgar.” Ia memuji Allâh atas hal itu.
Nabi Ibrahim bertanya lagi, “Apa makanan kalian?” Ia menjawab, “Daging.” Nabi Ibrahim bertanya, “Lalu minuman kalian?” Istri Ismail menjawab: “Air.” Nabi Ibrahim berkata: “Ya Allâh, berkahilah mereka dalam daging dan minum mereka.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Ketika itu mereka tidak punya biji-bijian. Sekiranya itu ada pada mereka, tentu Nabi Ibrahim akan mendoakan berkah pada biji-bijian mereka.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Dua jenis makanan ini (air dan daging) kalau di selain Mekah, bila orang hanya mengkonsumsi dua hal ini saja (terus-menerus), pasti akan membuat masalah pada perutnya).” Nabi Ibrahim Alaihissalam berkata, “Bila suamimu datang, sampaikan salamku padanya. Dan suruh dia agar tetap mempertahankan palang pintunya.”
Ketika Ismail datang, ia bertanya, “Apa ada seseorang yang datang padamu?” istrinya menjawab, “Ya. Kita kedatangan seorang tua yang bagus penampilannya –ia memujinya- ia bertanya kepadaku tentang dirimu, dan aku pun memberitahukannya. Ia bertanya tentang bagaimana kehidupan kita, aku pun memberitahukan kepadanya bahwa kita dalam keadaan baik.” Ismail bertanya, “Apakah ia mewasiatkan sesuatu kepadamu?” Ia menjawab, “Ya. Ia menyampaikan salam untukmu, dan menyuruhmu untuk mempertahankan ambang pintunya.”
Nabi Ismail berkata: “Itu adalah ayahku. Engkaulah yang dimaksud dengan palang pintu. Ia menyuruhku agar tetap mempertahankanmu.” Kemudian Nabi Ibrahim meninggalkan mereka dalam rentang waktu yang Allâh kehendaki. Lalu setelah rentang waktu tersebut Nabi Ibrahim datang lagi, sementara Ismail Alaihissalam sedang meraut anak panahnya di bawah pohon besar, dekat dengan air Zamzam. Ketika Ismail melihatnya, ia bangkit menuju ayahnya. Keduanya berlepas rindu seperti layaknya seorang ayah kepada anaknya dan seorang anak kepada ayahnya.
Nabi Ibrahim Alaihissalam berkata, “Wahai Ismail! Sesungguhnya Allâh memerintahkan suatu kepadaku.” Ismail berkata, “Lakukanlah apa yang dititahkan Rabbmu kepadamu!” Nabi Ibrahim berkata, “Engkau mau membantuku?” Ismail menjawab, “Aku akan membantumu.” Nabi Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allâh memerintahkanku agar aku membangun Rumah-Nya di sini – beliau menunjuk ke tanah yang menonjol tinggi dibanding tanah sekitarnya-.”
Ketika itulah mereka berdua meninggikan pondasi-pondasi dari Baitullah Rumah Allâh. Ismail yang membawa batu, sedangkan Nabi Ibrahim yang membangun dan memasangnya. Hingga ketika bangunan tersebut sudah tinggi (dan tangan Nabi Ibrahim sudah tidak sampai), Ismail pun datang membawakan batu ini (yang ada di maqam Nabi Ibrahim) dan Ismail meletakkannya untuk Nabi Ibrahim. Dan Nabi Ibrahim pun berdiri di atas batu tersebut, dan Nabi Ibrahim membangun sedangkan Ismail mengambilkan batu. Dan mereka berdua berdoa:
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah/ 2: 127][2]
Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kisah hijrah Nabi Ibrahim bersama istrinya Hajar dan putranya ke Mekah, di antaranya adalah:
1. Buah Tawakkal. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allâh niscaya Allâh akan mencukupkan (keperluan)nya.[ Ath-Thalâq/ 65: 3]
Maksudnya, orang yang bertawakkal kepada Allâh, menyerahkan urusannya kepada Allâh Azza wa Jalla setelah menempuh jalan dan sebabnya, maka Allâh Azza wa Jalla akan mencukupinya. Perhatikanlah dua orang kekasih Allâh itu yaitu Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Nabi Muhammad, mereka dimusuhi oleh orang-orang dan mereka sudah tidak memiliki daya upaya lagi untuk menghadapi para musuh itu. lalu kedua kekasih Allâh Azza wa Jalla itu bertawakkal kepada Rabb mereka, sehingga Allâh Azza wa Jalla menolong dan melindungi keduanya. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma bahwa :
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا
Cukuplah Allâh menjadi Penolong kami dan Allâh adalah sebaik-baik Pelindung Kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam ketika dilemparkan ke dalam api yang berkobar-kobar; dan diucapkan juga oleh Nabi Muhammad n saat orang-orang mengatakan seperti yang diceritakan al-Qur’an:
إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allâh menjadi Penolong kami dan Allâh adalah sebaik-baik Pelindung.” [Ali Imran/3:173][3]
Orang yang bertawakkal kepada Allâh maka akan Allâh cukupkan, sebaliknya orang yang bertawakkal kepada selain-Nya maka pasti akan dihinakan.[4]
Karena semua perkara seluruhnya berada di tangan Allâh. Sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Dan kepunyaan Allâh-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Rabbmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.[Huud/11:123]
Oleh karena itu, dalam banyak ayat, Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya yang beriman untuk bertawakkal hanya kepada-Nya. Disamping itu, ibadah tawakal ini juga memiliki banyak manfaat yang akan dirasakan oleh pelakunya, baik di dunia maupun akhirat. Diantaranya:
a. Orang yang bertawakkal kepada Allâh, pasti akan dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. [Ali-Imran/3:159]
b. Orang yang bertawakkal kepada Allâh, pasti akan dijaga oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala dari syaitan. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ ۚ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ وَكِيلًا
“Sesungguhnya para hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabb-mu sebagai Penjaga.[Al-Isra’/17:65]
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Jika seseorang keluar dari rumahnya dan membaca doa:
بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ باللهِ
Dengan menyebut nama Allâh aku bertawakkal kepada Allâh, tidak ada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allâh Maka saat itu, dikatakan kepadanya, ‘Engkau telah mendapat hidayah; Engkau telah dicukupi dan engkau telah dijaga.’ Dan syaitan menyingkir darinya, lalu syaitan yang lain berkata kepada (syaitan yang menyingkir),
“Bagaimana mungkin kamu bisa menguasai orang yang telah diberi hidayah dan telah dicukupi serta terjaga”[Hadits Shahih, Riwayat; Abu Daud: at-Tirmidzi, an-Nasa’i dalam al-Kubra (9917) lihat Shahîh Targhîb;1605]
c. Barangsiapa bertawakkal kepada Allâh, maka Allâh akan memasukkannya ke surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam ;
عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ … فَقِيلَ لِيْ : هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ
diperlihatkan kepada ku umat-umat …maka dikatakan kepada ku, ini adalah umatmu dan bersama mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bangun dan masuk rumah. Para Sahabat larut dalam pembicaraan tentang siapakah yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Diantara mereka berkata, ‘Mereka adalah yang menjadi Sahabat Rasulullah,’ Sebagian lagi mengatakan, ‘Mereka yang lahir dalam Islam dan tidak menyekutukan Allâh dengan sesuatu apapun,’ Dan berbagai ucapan mereka lainnya.
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam keluar menemui mereka dan berkata “apa yang sedang kalian perbincangkan?” Kami mengabarkan kepada Beliau lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
هُمُ الَّذِيْنَ لَا يَكْتَوُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Baca Juga Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Yang Ummi (Buta Huruf) mereka yang tidak berobat dengan kai(besi panas), yang tidak minta diruqyah dan mereka tidak tathayyur (merasa sial dengan melihat sesuatu tertentu-red) dan mereka hanya bertawakkal kepada Rabb mereka” [Mutafaq alaih]
d. Barangsiapa bertawakkal kepada Allâh dengan sebenar-benarnya tawakkal maka Allâh akan memberi rezeki kepadanya sebagaimana burung diberi rezeki Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُوْ خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا
Seandainya kalian bertawakkal kepada Allâh dengan sebenar-benarnya tawakkal maka sungguh kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, berangkat dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang” [Hadits shahîh riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan dinyatakan shahih oleh al-Hakim, Ibnu Hibban. Lihat ash Shahîhah, no. 310]
Dan Ummu Ismail (Hajar) adalah contoh yang sangat bagus untuk kita dalam masalah tawakkal kepada Allâh, ketika Nabi Ibrahim Alaihissalam meninggalkannya di lembah yang tidak ada tanamannya dan tidak berpenghuni. Ketika Ibu Ismail diberitahukan bahwa apa Nabi Ibrahim lakukan adalah perintah Allah Azza wa Jalla, dia mengatakan, “ kalau begitu Allâh tidak akan menyia-yiakan kami” Dan dalam riwayat lain, Hajar mengatakan, “Cukuplah bagiku (Allâh sebagai penolongku)” dan dalam riwayat lain, “Aku ridha kepada Allâh.” Maka lihatlah apa yang terjadi? Allâh memberikan jalan keluar baginya dan memberinya serta anaknya rezeki.
Malaikat Jibril memanggilnya, “Siapa kamu?” Dia menjawab, “Saya Hajar ibu dari anak Nabi Ibrahim?”, Malaikat Jibril berkata, “Kepada siapa kalian berdua bertawakkal?” Hajar menjawab, “Kepada Allah.” Malaikat Jibril mengatakan, “Kalian telah bertawakal kepada Allâh yang maha memberi kecukupan.” [Fathul Baari; 6/486]
2. Melakukan sebab adalah bagian dari ajaran agama kita
Tawakkal kepada Allâh bukan berarti tidak berusaha (tidak melakukan sebab), karena keduanya (tawakkal dan berusaha) adalah wajib. Jadi, melakukan sebab (berusaha) adalah wajib dan bertawakkal kepada Allâh juga wajib. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.[Adz-Dzâriyât/51:22] Allâh Azza wa Jalla juga memerintahkan manuaia mencari rezeki dalam beberapa ayat, diantaranya:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. [Al-Mulk/67:15]
Diantara, contoh lain yang menggambarkan wajibnya berusaha yaitu Allâh mengabarkan bahwa pertolongan itu datangnya dari sisi-Nya
وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allâh Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Ali Imran/3:126]
Namun pada ayat lain, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk berusaha melakukan sebab.
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allâh dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allâh mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allâh niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).[Al-Anfaal/8:60]
Berusaha melakukan sebab bukan berarti tidak tawakkal. Yang dimaksudkan dengan bertawakal setelah berusaha adalah tidak bertumpu dan tidak bersandar hanya kepada usaha semata. Karena barangsiapa bersandar hanya kepada usahanya saja, dia akan diserahkan kepadanya. Hendaknya kita mengambil pelajaran dari peristiwa perang Hunain. Ketika itu, ada yang mengatakan,
“Kita tidak akan kalah pada hari ini karena jumlah kita banyak.”
Dia mengandalkan sebab dan mengabaikan tawakkal, akhirnya kekalahan yang didapat. Sebaliknya, dalam perang Badr, saat kekuatan dan siasat lemah, mereka membaguskan rasa tawakkal mereka kepada Allâh sembari terus melakukan sebab, maka Allâh Azza wa Jalla menangkan mereka.[5]
Perhatikan juga, kisah Ummu Ismail yang bertawakkal kepada Allâh namun tetap berusaha. Dia mencari air kesana kemari, dia menaiki bukit Shafa, kemudian berjalan antara Shaffa dan Marwa dan ini semua adalah usaha yang dia lakukan.
3. Doa yang dikabulkan adalah dilakukan setelah melaksanakan ketaatan dan amalan shalih
Pelajaran ini disimpulkan dari doa Nabi Ibrahim Alaihissalam :
a. Nabi Ibrahim Alaihissalam melaksanakan perintah Rabbnya terlebih dahulu dengan menempatkan istrinya Hajar dan anaknya di tempat yang diperintahkan oleh Allâh kepadanya. Setelah Nabi Ibrahim menjalankan perintah Allâh, Beliau Alaihissalam menengadahkan tangan berdoa memohon kepada Allâh dengan doa;
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Rabb kami! sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. [Ibrahim/14:37]
b. Ketika Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk membangun al-Baitul Haram, beliau bergegas melaksanakan perintah Allâh Azza wa Jalla kemudian beliau dan Ismail Alaihissalam berdoa:
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿١٢٧﴾ رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ﴿١٢٨﴾ رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Rabb kami! Terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Rabb kami! Jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Rabb kami! Utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Quran) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. [Al-Baqarah/2 :127-129]
Setelah Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allâh kemudian Beliau berdoa kepada Allâh maka Allâh pun mengabulkan doanya. Maka siapa yang ingin doanya dikabulkan Allâh, hendaknya dia melaksanakan amalan shalih kemudian berdoa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang bisa meneladani Nabi Ibrahim dalam kehidupan dunia kita ini.
Footnote
[1] Yaitu ia mengikatkan perutnya dengan sehelai kain, dengan menyeret bagian bawah kain terebut di atas tanah. Karena ketika ia melahirkan Ismail, Sarah pun merasa cemburu kepadanya. Hajar melakukan itu, agar jejak kakinya terhapus.
[2] Shahîh al-Bukhâri, no. 3364.
[3] Shahîh al-Bukhâri, no. 4563.
[4] Lihat firman Allâh k dalam surat Ali Imran, ayat ke-160
[5] Lihat firman Allâh k surat Ali Imran, ayat ke-123
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XXI/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 – almanhaj.or.id]