HOLOPIS.COM – Banyak kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam (As) yang diceritakan didalam Al-Qur’an. Beberapa diantaranya sudah ditayangkan redaksi beberapa hari ini.
Kali ini kisah Nabi Ibrahim As yang mungkin sudah sering didengar yaitu pengorbanan terhadap putranya Ismail As yang diperintahkan Allah untuk disembelih.
Singkat cerita, saat pisau sudah berada di leher Nabi Ismail As, Allah ta’ala menukar dengan seekor binatang ternak. Ismail As pun diselamatkan. Itulah ujian ketaan bagi Nabi Ibrahim As yang didukung penuh putranya Ismail As.
Peristiwa ini pula yang menjadi asbab perayaan Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam hingga kini.
Namun, perdebatan lama tentang siapa yang jadi qurban Ibrahim AS kembali mengemuka setelah ada pernyataan Saleh al-Maghāmisi, imam masjid Quba Madinah al-Munawwarah Arab Saudi, sebagaimana ditulis Said Hijazi dan Abdul Wahab ‘Isiy dalam surat kabar al-Wathan beberapa waktu lalu.
Al-Maghāmisi mengatakan bahwa yang dijadikan qurban itu Ishaq AS bukan Ismail AS. Ia merujuk pendapat Qurthubi dan al-Thabari.
Al-Qurthubi dalam Tafsirnya menulis bahwa para ulama berbeda pendapat tentang orang yang dijadikan qurban, kebanyakan mereka berpendapat Ishaq. Orang yang berpendapat seperti itu al-Abbas bin Abdul Muthalib dan putaranya (Abdullah bin Abbas).
Al-Qurthubi memperkuat pendapatnya, bahwa sejumlah sahabat berpendapat yang dijadikan qurban itu Ishaq. Para Tabiin juga berpendapat seperti itu, antara lain Alqamah, al-Sya’bi, Mujāhid, Sa’id bin Jubair, Ka’ab bin al-Ahbār.
Qutadah, Masrūq, Ikrimah, al-Qāsim bin Barrah, Athõ, Maqātil, Abdurrahman bin Sābith, al-Zuhri, al-Saddi, Abdullah bin Abi Hudail, dan Mālik bin Anas, semuanya mengatakan bahwa yang dijadikan qurban itu Ishaq.
Orang-orang yang tidak sepaham dengan al-Maghāmisi menggunakan pendapat ijma ulama, bahwa yang dijadikan qurban itu Ismail AS. Selaras dengan fatwa al-Azhar yang disampaikan al-Syaikh ‘Athiyyah Shofar bahwa yang dijadikan qurban itu Ismail AS bukan Ishaq AS.
Kelompok terakhir ini memperkuat pendapatnya dengan 10 alasan:
1. Tatkala Ibrahim AS diselamatkan Allah SWT dari api, lalu ia hijrah dari Iraq ke Syam, Alquran menarasikannya:
وَقَالَ إِنِّى ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّى سَيَهْدِينِ
“Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS As-Saffat: 99)
Lalu ia memohon kepada Rabnya agar diberi seorang anak
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِين .فَبَشَّرْنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٍ
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” (QS As-saffaat: 100-101)
Anak yang disebut dalam ayat itu adalah anak yang lahir dari ibunda Hajar yaitu Ismail.
Kala itu istri pertama Ibrahim (Sarah) belum dikaruniai anak, maka muncullah rasa cemburu. Kemudian Allah SWT memerintah Ibrahim untuk menjauhkan Hajar dan anaknya (Ismail RA) dari istri pertamanya. Lalu mereka ditempatkan di suatu tempat di Makkah.
Lantas Allah SWT menguji Ibrahim agar menyembelih anak semata wayang (Ismail AS), dan ujian itu terlaksaana di Makkah.
Adapun Ishaq AS merupakan kabar gembira setelah Allah SWT memberi kabar gembira dengan kelahiran Ismail AS. Sebagaimana yang ditunjukkan ayat-ayat yang menyebutkan mimpi dan awal qurban, kemudian Allah SWT memberi contoh Ismail sebagai qurban agung. Setelah itu,muncullah berita gembira tentang kelahiran Ishaq AS.
2. Kehidupan Ibrahim AS dipenuhi rangkaian ujian, kebanyakannya berkaitan dengan kehidupan Hajar dan anaknya, Ismail AS.
Sewaktu ia letakkan keduanya di sebuah lembah tanpa ada tanaman, ia menyerahkan urusan keduanya kepada Allah SWT, sedangkan Ibrahim sendiri tinggal di Syam jauh dari Hajar dan anaknya.
Dalam waktu-waktu tertentu ia menjenguknya. Lalu ujian itu meningkat dengan mimpi menyembelih buah hatinya yang tak lain adalah Ismail AS.
3. Ada perbedaan situasi dan kondisi, ketika Ibrahim mendapat kabar gembira kelahiran kedua putranya (Ismail dan Ishaq) .
Kabar gembira kelahiran Ismail ketika ia hijrah dari Iraq, waktu itu ia memohon kepada Allah SWT agar diberi anak, sedangkan berita gembira kelahiran Ishaq yaitu ketika kedatangan Malaikat yang akan menemui kaum Luth, sewaktu itu Ismail beserta ibunya Hajar jauh dari rumah.
Di rumah Ibrahim itu hanya ada Sarah yang terkaget-kaget akan punya anak, padahal ia tua dan mandul bersama seorang kakek-kakek yang tua renta, tidak ada permintaan dari keduanya untuk punya anak. Ujian untuk menyembelih anak yang diminta dan yang dikangeninya, yaitu Ismail merupakan ujian yang sangat berat baagi Ibrahim AS.
4. Pengorbanan Ismail dibarengi berbagai peristiwa yang menunjukkan bahwa yang dimaksud untuk dijadikan qurban itu Ismail bukan Ishaq.
Yaitu hadits yang mengatakan bahwa Ibrahim AS membawa keluar anaknya dari rumahnya untuk dijadikan qurban jauh dari ibunya, lalu di perjalanan bertemu dengan syaithan yang menggodanya agar tidak melaksakan maksudnya, maka di berbagai tempat Ibrahim melempar syaithan.
Peristiwa ini dilanjutkan secara simbolis dalam melempar Jamrah pada pelaksanaan ibadah haji. Peristiwa itu terjadi di Makkah bukan di Syam.
5. Tatkala Allah melalui malaikat membawa kabar gembira tentang kelahirang Ishaq, Allah SWT berfirman:
فَبَشَّرْنَٰهَا بِإِسْحَٰقَ وَمِن وَرَآءِ إِسْحَٰقَ يَعْقُوبَ
“Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir putranya) Ya’qub.” (QS Hud: 71).
Maksudnya, bahwa Ishaq akan lahir, akan nikah, dan akan punya putra bernama Ya’qub. Apakah masuk akal jika setelah senang atas kehidupan Ishaq, lalu ayahnya menyembelihnya? Jika benar terjadi bapaknya (Ibrahim AS) menjadikannya sebagai qurban, lalu dari mana munculnya Ya’qub? Alasan ini menunjukkan secara kuat bahwa yang dijadikan qurban itu Ismail AS.
6. Berita gembira kelahiran Ismail dinarasikan dengan menggunakan diksi ghulām halīm (anak sabar), sifat ini sangat cocok bagi orang yang mentaati perintah Tuhannya, membenarkan mimpi bapaknya, tidak marah dan tidak membangkang. Tokoh ini tak lain adalah Ismail.
Adapun berita gembira kelahiran Ishaq dinarasian dengan diksu ghulām alīm (anak pintar), sifat ini sangat cocok dengan keturunan Ishaq, Ya’qub, dan Bani Israil.
7. Tatkala Nabi Muhammad SAW ditanya tentang qurban, Beliau menjawab: Qurban adalah sunnah (kebiasaan) bapakmu Ibrahim. Dan Abu Al-‘Arab (leluhur orang Arab) adalah Ismail bin Ibrahim, bukan Ishaq bin Ibrahim.
Sebagaimana yang sudah dimaklumi bahwa qurban Ibrahim dilaksanakan di Makkah bukan di Syam, sebagai jawaban atas doa Ibrahim kepada Tuhannya:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim: 37)
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” ( QS al-Hajj: 27)
8. Ahlul Kitab berpendapat: Sesungguhnya Allah telah memerintahkan Ibrahim untuk mengorbankan satu-satunya anakya (anak semata wayang).
Anak semata wayang itu adalah Ismail, karena Ishaq tidak bisa dikatakan satu satunya anak karena sewaktu ia dilahirkan sudah ada Ismail. Telah disebutkan dalam kitab suci mereka bahwa Ismail dilahirkan ketika Ibrahim berumur 86 tahun, sedangkan Ishaq dilahirkan ketika ia berumur 99 tahun.
Dengan demikian anak yang pertama dilahirkan adalah Ismail, dialah ketika itu anak semata wayang, dia pulalah yang disuruh untuk dijadikan qurban. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam kitab Tafsir Ibn Katsir sewaktu menafsirkan ayat : فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (QS al-Saffat: 101)
9. Para ulama salaf berpendapat, bahwa yang diqurbankan itu Ismail AS, sebagaimana yang diriwayatkan Atha bin Abi Rabah dari Ibn Abbas, dan Mujahid dari Ibn Umar, bahwa al-Sya’bi berkata: Saya melihat dua tanduk domba jantan di Ka’bah, demikian pula Umar bin Abdul Aziz (orang Yahudi asal Syam) yang telah memeluk Islam.
Ia bersaksi bahwa yang diqurbankan adalah Ismail. Abu Amr bin al-‘Ala ditanya al-Asmu’i tentang qurban, dia menjawab: Di mana pikiran anda ini, kapan Ishak tinggal di Makkah? Ismail lah yang tinggal di Mekah, dan dialah yang membangun Ka’bah bersama ayahnya dan pengorbanan pun dilaksanakan di Makkah.
Al-Alusi, setelah ia menuturkan pendapat para ulama tentang hal itu, ia berpendapat: “Saya cenderung berpendapat bahwa yang dikorbankan itu Ismail AS karena pendapat itu diriwayatkan dari banyak imam Ahlul Bait dan tidak tahu kesahihan hadits yang berbeda dengannya.”
Buku-buku Sirah Nabawiyah (Biografi Nabi SAW) antara lain buku Zādul Ma’ād karya Ibn al-Qayyim dan referensi lainnya menyimpulkan bahwa yang jadi qurban itu Ismail AS.
Demikian pula pendapat sebelumnya yang diperkuat hadits riwayat al-Hakim dari Muawiyah bahwa Rasul SAW tidak menyangkal orang yang menyebutnya ‘ Ibn al-Zabīhīn” (anak keturunan korban).
Sebagaimana diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan darinya, bahwa beliau bersabda «أنا ابن الذبيحين». “Saya adalah putra korban.”
10. Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya’rāwy berpendapat: Korban itu Ismail AS ia mengutip firman Allah SWT:
وَٱذْكُرْ فِى ٱلْكِتَٰبِ إِسْمَٰعِيلَ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَّبِيًّا
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS Maryam: 54)
Firman Allah SWT : إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ (Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya) merupakan sifat yang menonjol pada diri seseorang, sekalipun sifat itu bisa saja tampak pada diri orang lain. Ismail AS tulus dalam berjanji soal hidup dan mati, ketika dia berkata kepada ayahnya:
قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS al-Shaffat: 102)
Jawaban Ismail ini diungkapkan ketika bapaknya (Ibrahim) memberitahu, seakan-akan Ibrahim meminta pendapat anaknya:
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” (QS al-Shaffat: 102)
Ibrahim kawatir melakukan qurban anaknya tanpa memberitahunya terlebih dahulu, Ibrahim sangat menyenangi jika anaknya berserah diri untuk dijadikan qurban sebagi sikap taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah, sehingga ia akan mendapat pahala dari-Nya. Ismail pun berkata kepada bapaknya: Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Allah.
Adapun janji Ismail yang telah dilaksanakannya dengan benar adalah sebagaimana diungkapkan dalam Alquran ستجدني إِن شَاءَ الله مِنَ الصابرين (engkau akan mendapatkanku in syaa Alah termasuk orang-orang yang sabar).
Ismail telah menepati janjinya dengan tepat dan benar. Ia telah menyerahkan diri untuk jadi qurban, tanpa ragu-ragu dan bimbang. Makanya ia berhak untuk mendapat keistimewaan dari Allah: إنَّهُ كَانَ صَادِقَ الوعد (sesungguhnya Ismail adalah seorang yang benar janjinya, Maryam: 54)
Syekh Mutawalli menambahkan: Ketika Allah SWT menyaksikan penyerahan diri Ibrahim bersama puteranya Ismail atas ketentuan Allah, maka Allah pun langsung menghapus ketentuan itu, lalu menyerunya:
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,”
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (QS ash-Shaffat: 104-107)
Hasil dari kesabaran atas ujian ini Allah SWT menggantinya dengan hewan qurban, dan menyelamatkan Ismail dari rencana untuk dijadikan qurban, lalu Ibrahim diberi putera lainnya : وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ (Dan kami beri Ibrahim Ishaq) .
Ini adalah gambaran Alquran yang mengajarkan kita bahwa jika seorang Muslim menyerahkan diri dan rela kepada ketentuan Allah, maka dia akan menuai buah dari penyerahan diri ini. Wallahu a’alam. (Republika)
Temukan kami di Google News. Jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.